Terbongkar Peran SDA Sewa Pemondokan Haji Rawan Kriminal
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Mantan Sekretaris Tim Penyewaan Perumahan Kementerian Agama, Muhammad Hanif, mengungkapkan adanya campur tangan Suryadharma Ali selaku Menteri Agama dalam menentukan pemondokan bagi jemaah haji.
Hal tersebut diungkapkan oleh Hanif saat memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Suryadharma Ali di Pengadilan Tindak Korupsi, Rabu, 11 November 2015.
Pada keterangannya, Hanif mengakui pernah menolak pemondokan untuk jemaah haji di Syare' Mansyur pada pelaksanaan ibadah haji tahun 2010.
Hanif menyebut perumahan itu ditolak oleh tim penyewaan perumahan berdasarkan beberapa pertimbangan, termasuk lokasi yang jauh.
"Iya. Pernah ditolak oleh tim ada empat di Syare Mansur. Jarak jauh, tidak familiar. Di Arab itu geografis di gunung dan kurang aman," kata Hanif.
Kendati telah ditolak, Hanif menyebut bahwa perumahan itu kembali diajukan oleh seseorang yang benama Mukhlisin.
Namun, pada pengajuannya kali ini, perumahan diterima. Hanif menyebut perumahan itu diterima lantaran Ketua Tim Penyewaan Perumahan, Zainal Abidin Supi mendapat telepon dari Suryadharma.
"Akhirnya diterima berdasarkan ketua tim Pak Zaenal Abidin Supi. Menurut beliau, ditelepon oleh Menteri," ujar Hanif.
Pada persidangan sebelumnya, Zainal Abidin Supi, yang merupakan Ketua Tim Penyewaan Perumahan mengaku memang bertugas mencari pemondokan untuk jemaah haji. Dia bertugas memverifikasi usulan yang diajukan.
Dia mengakui ketika itu ada yang mengusulkan di Syare' Mansyur. Namun menurut dia, perumahan itu ditolak oleh tim.
"Kami terima dari salah seorang perantara, namanya saya lupa. Terus setelah kami bicarakan wilayah dan sebagainya karena kami tetapkan peta wilayah permukiman. Karena jauh kemudian wilayahnya tidak familiar, kemudian juga agak sedikit rawan. Ini informasi dari kawan-kawan yang memang tinggal di sana dan kita tolak," ungkap Zainal.
Meski telah ditolak, pemondokan itu kembali diajukan, namun dengan perantara yang berbeda, yakni Mukhlisin. Kendati demikian, tim tetap menolak pemondokan itu dengan alasan yang sama.
Selang beberapa saat setelah penolakan itu, Zainal mengaku mendapat telepon dari Suryadharma Ali selaku Menteri Agama. Ketika itu Suryadharma menanyakan alasan penolakan itu.
"Saya jawab, jauh, tidak familiar, rawan kriminalitas. Kemudian Pak Menteri lanjutkan, pemilik rumah akan menyediakan transport dan pos pengamanan agar jamaah yang tinggal di situ merasa terayomi," katanya.
Jaksa sempat menegaskan apakah telepon dari Suryadharma Ali itu menjadi dasar bagi Zainal untuk menerima perumahan itu sebagai pemondokan. Hal tersebut dibenarkannya.
Pada dakwaan Suryadharma, disebut terjadi penyelewengan dalam penyewaan perumahan jemaah haji lndonesia di Arab Saudi di tahun 2010.
Jaksa mengatakan, pada April 2010, Cholid Abdul Latief Sidiq Saefudin melalui Undang Syahroni menawarkan empat pemondokan di Syare' Masyur dan Thandabawi, Mekkah, kepada Tim Penyewaan Perumahan.
Namun penawaran itu ditolak karena tidak memenuhi beberapa persyaratan seperti daerahnya tidak familiar dengan jemaah haji dan rawan kriminalitas, serta tidak memiliki fasilitas yang memadai.
Atas penolakan tersebut, Cholid meminta bantuan kader PPP bernama Mukhlisin untuk menawarkan kembali 4 rumah itu ke Tim Penyewaan Perumahan. Untuk itu, Mukhlisin menghubungi SDA dan memintanya agar menerima rumah-rumah yang ditawarkan itu.
SDA lalu sempat memerintahkan Mukhlisin untuk menyerahkan berkas perumahan yang ditawarkan Cholid ke Tim Penyewaan Perumahan. Namun penawaran kembali ditolak oleh tim karena tidak memenuhi persyaratan.
Mukhlisin lalu kembali menghubungi dan meminta bantuan SDA agar rumah-rumah yang ditawarkan dapat disewa untuk pemodakan jemaah jemaah haji lndonesia.
Hal itu ditindaklanjuti SDA dengan menghubungi Ketua Tim Penyewaan Perumahan, Zainal Abidin Supi untuk menerima rumah-rumah yang ditawarkan oleh Mukhlisin.
"Padahal terdakwa mengetahui rumah-rumah dimaksud tidak memenuhi persyaratan, harga sewa yang ditawarkan lebih tinggi dari harga sewa pada umumnya (harga pasar) bahkan terdapat harga sewa yang melampaui harga plafon yang ditetapkan pemerintah," kata Jaksa Supardi saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 31 Agustus 2015.
Atas perintah SDA tersebut, Zainal dan anggota Tim akhirnya menerima rumah-rumah yang ditawarkan Mukhlisin tanpa melakukan verifikasi lebih dulu. Tim kemudian menetapkan rumah-rumah yang akan dipergunakan sebagai perumahan jemaah haji lndonesia dan melaporkannya kepada Slamet Riyanto selaku Dirjen PHU yang kemudian diteruskan pada SDA.
SDA kemudian menyetujui penunjukkan perumahan, termasuk empat rumah yang ditawarkan Mukhlisin. Atas kontrak perumahan tersebut, Cholid dan Fuad lbrahim Atsani menerima pembayaran 7.187.550 Riyal. Padahal harga pasar hanya sejumlah 4.720.000 Riyal.
"Sehingga pembayaran tersebut terjadi kemahalan harga sejumlah 2.467.550 Riyal. Bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 2010, terdakwa menerima pemberian berupa potongan kain penutup kabah (kiswah) dari Mukhlisin dan Cholid Abdul Latief sebagai imbalan karena telah membantu meloloskan rumah-rumah yang ditawarkan," ujar Jaksa. (ase)