Kronologi Pembakaran Rumah Ibadah Kepercayaan Sapta Darma
- ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna
VIVA.co.id - Rumah ibadah aliran kepercayaan Sapta Darma di Dukuh Blandok, Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah dibakar massa, Selasa, 10 November 2015.
Pembakaran yang dilakukan oleh warga itu disinyalir akibat kehadiran aliran kepercayaan yang sudah bertahun-tahun ditolak. Selain itu, warga menuding rumah ibadah itu dibangun tanpa disertai izin mendirikan bangunan (IMB).
Puncaknya pada Selasa siang, pukul 10.30, emosi warga tak terbendung. Warga desa mendatangi sanggar bernama Candi Busono dan mengamuk dan melakukan aksi pembakaran.
Informasi yang dihimpun, pagi sebelum insiden pembakaran dan perusakan ini terjadi, puluhan warga sempat mendatangi Kantor Balai Desa Plawangan untuk meminta penjelasan bangunan sanggar yang belum berizin itu kepada Pemerintah Desa.
Dalam pertemuan itu, warga menyampaikan terang-terangan menolak akan berdirinya sanggar aliran kepercayaan itu di lingkungan tempat tinggal mereka.
Camat Kragan, Mashadi membenarkan, keberadaan sanggar di Dukuh Blandok tersebut memang belum ada izin. Izin IMB sanggar Sapto Dharmo di RT 3 RW 5 yang dibangun di tanah seluas 9x9 meter sejak 2012 lalu itu memang belum dikeluarkan oleh pihak kelurahan. Alasannya, keberadaan sanggar kejawen itu terus ditolak oleh sebagian besar masyarakat sekitar.
Dalam pertemuan itu, pihak kecamatan maupun desa sudah berusaha meminta warga untuk tenang dan tidak melakukan tindakan anarkis terkait keberadaan bangunan sanggar Sapta Darma di wilayahnya. "Kami minta masyarakat tetap tenang dan menyelasaikan permasalahan ini secara baik-baik," ujar Mashadi.
Warga yang sudah kadung emosi, seketika mendatangi lokasi sanggar dan langsung melakukan pembakaran. Mereka juga merusak dinding, jendela serta CCTV di sanggar yang baru dibangun 50 persen itu.
Dikonfirmasi terpisah, Tokoh Desa Plawangan, Hasan mengatakan, perusakan sanggar itu karena kekecewaan warga terkait keberadaan tempat ibadah aliran Sapta Darma di wilayahnya sudah menyalahi beberapa prosedur. Selain tak ada izin IMB, protes warga terkait bangunan itu tak pernah sekalipun diindahkan oleh pemilik sanggar.
"Protes warga dan pemerintah desa sudah berulangkali. Tapi tetap saja dibangun. Padahal izin yang dimiliki oleh pimpinan sanggar adalah membuat rumah, " katanya.
Terhadap keberadaan sanggar itu, lanjut Hasan, warga bahkan dibuat resah akan aktivitas ritual yang dilakukan di lokasi tersebut. Padahal lokasinya berjarak sangat dekat dengan rumah ibadah di sekitarnya.
"Jaraknya sangat dekat dengan tempat ibadah lain. Sekitar 100 meter dari masjid dan 50 meter dari mushala," ujarnya.
Menurutnya, polemik keberadaan bangunan sanggar itu sudah terjadi sejak tahun 2007 lalu. Awalnya, mereka ingin membangun sanggar di beberapa desa lain, tapi selalu saja mendapatkan penolakan warga.
"Itu sudah pindah-pindah di lokasi lain ditolak warga. Dan nekat mbangun di sini. Kami juga sayangkan, pemilik sanggar selalu membawa berita bohong, soal katanya ada izin ini itu. Tapi nyatanya tidak ada."
(mus)