Bupati Morotai Dituntut Enam Tahun Penjara
Senin, 9 November 2015 - 17:43 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id
- Bupati Morotai, Rusli Sibua, dituntut pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp300 juta subsidair empat bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Menuntut supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, memutuskan, menyatakan terdakwa Rusli Sibua terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Eva Yustisiana saat membacakan surat tuntutan Rusli Sibua di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 9 November 2015.
Tidak hanya itu, Jaksa juga menuntut agar Rusli Sibua dijatuhi pidana tambahan yakni pencabutan hak politik untuk dipilih selama 10 tahun.
"Menghukum terdakwa Rusli Sibua dengan pidana tambahan berupa pecabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik pada pemilihan yang dilakukam menurut aturan pemilihan umum selama 10 tahun mulai berlaku saat putusan hakim berlaku," ujar Jaksa.
Jaksa menilai Rusli telah terbukti memberikan uang suap sebesari Rp2,989 miliar kepada Akil Mochtar selaku hakim Mahkamah Konstitusi. Uang diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, yang ditangani oleh Akil Mochtar.
Menurut Jaksa, Akil melalui Sahrin Hamid menyuruh Rusli untuk menyiapkan uang Rp6 miliar guna memenangkan keberatan yang diajukan. Namun Jaksa menyebut Rusli hanya menyanggupi uang Rp3 miliar untuk diberikan ke Akil.
Akil sempat meminta uang itu diantar langsung ke kantor MK, namun ditolak Sahrin dengan alasan tidak berani. Uang kemudian diminta Akil ditransfer ke rekening CV Ratu Samagat.
Untuk memenuhi permintaan Akil, Rusli meminjam kepada Petrus Widarto yang nantinya akan dikompensasikan dengan nilai investasi Petrus di Kabupaten Pulau Morotai apabila Rusli menjadi Bupati.
Pada putusannya yang digelar usai pemberian uang, MK memutuskan membatalkan rekapitulasi hasil penghitungan suara KPU Kabupaten Morotai dan menetapkan pasangan calon Rusli-Weni sebagai pemenang Pilkada.
"Terdakwa mengetahui dan menghendaki bahwa uang yang diberikan tersebut adalah untuk mempengaruhi putusan," tegas Jaksa.
Perbuatan Rusli itu diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ase)
"Menghukum terdakwa Rusli Sibua dengan pidana tambahan berupa pecabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik pada pemilihan yang dilakukam menurut aturan pemilihan umum selama 10 tahun mulai berlaku saat putusan hakim berlaku," ujar Jaksa.
Jaksa menilai Rusli telah terbukti memberikan uang suap sebesari Rp2,989 miliar kepada Akil Mochtar selaku hakim Mahkamah Konstitusi. Uang diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, yang ditangani oleh Akil Mochtar.
Menurut Jaksa, Akil melalui Sahrin Hamid menyuruh Rusli untuk menyiapkan uang Rp6 miliar guna memenangkan keberatan yang diajukan. Namun Jaksa menyebut Rusli hanya menyanggupi uang Rp3 miliar untuk diberikan ke Akil.
Akil sempat meminta uang itu diantar langsung ke kantor MK, namun ditolak Sahrin dengan alasan tidak berani. Uang kemudian diminta Akil ditransfer ke rekening CV Ratu Samagat.
Untuk memenuhi permintaan Akil, Rusli meminjam kepada Petrus Widarto yang nantinya akan dikompensasikan dengan nilai investasi Petrus di Kabupaten Pulau Morotai apabila Rusli menjadi Bupati.
Pada putusannya yang digelar usai pemberian uang, MK memutuskan membatalkan rekapitulasi hasil penghitungan suara KPU Kabupaten Morotai dan menetapkan pasangan calon Rusli-Weni sebagai pemenang Pilkada.
"Terdakwa mengetahui dan menghendaki bahwa uang yang diberikan tersebut adalah untuk mempengaruhi putusan," tegas Jaksa.
Perbuatan Rusli itu diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ase)
Baca Juga :
KPK Janji Usut Dugaan Suap Pilkada Buton
Kasus suap Pilkada Buton merupakan pengembangan kasus Akil Mochtar.
VIVA.co.id
4 Maret 2016
Baca Juga :