Serunya Perang Tomat di Bandung Barat
- VIVA.co.id/Mega Dwi Anggraeni
VIVA.co.id - Ade, mengambil posisi. Topeng dari bambu menutupi wajahnya. Sementara, tameng bambu dia pegang dengan tangan kirinya. Di pinggangnya, menggantung keranjang kecil yang penuh dengan tomat busuk. Pria berusia 28 tahun itu siap menyerang keenam lawan di hadapannya dengan tomat busuk.
Setelah mendengar aba-aba, Ade dan rekan-rekannya pun melakukan serangan dengan segenggam tomat yang dipegang. Mereka melempar sekuat tenaga.
Tomat pun melayang dan mengenai lawan. Tak lama, langit di Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat pun penuh dengan tomat beterbangan.
Bukan hanya ke-18 petarung yang saling lempar tomat. Warga lain pun turut melemparkan tomat-tomat yang berjatuhan di jalan, meninggalkan jejak basah. Bau asam tomat busuk pun langsung tercium.
Serangan tomat itu merupakan kegiatan Rempug Tarung Adu Tomat yang digelar oleh warga setempat setiap setahun sekali. Tujuannya, selain untuk menghancurkan tomat-tomat busuk, juga untuk menolak segala keburukan.
Penggagasnya adalah Mas Nanu Muda atau akrab dipanggil Bah Nanu. Dia memulai membuat kegiatan tersebut pada 2012 silam. Ia melibatkan warga setempat yang mayoritas berprofesi sebagai petani. "Tahun 2011 saya survei dan melihat tomat-tomat hasil panen, tidak terpakai ketika harga jualnya turun," katanya usai kegiatan, Rabu, 4 November 2015.
Kemudian, tercetus ide untuk memanfaatkan tomat-tomat busuk tersebut ke dalam sebuah acara penuh makna yang bisa bermanfaat bagi warga setempat. "Filosofinya, kita membuang keburukan dan dengan tomat-tomat busuk ini. Sisa tomat ini nantinya bisa digunakan untuk kompos," katanya menjelaskan.
Untuk menggelar Rempug Tarung Adu Tomat, warga menyediakan sekitar dua ton tomat busuk. Tomat tersebut merupakan sumbangan dari para petani. Selain itu, warga juga membuat sendiri properti pelengkap untuk para petarung. Seperti topeng dan tameng.
Sebelum perang dimulai, warga menggelar ritual Ngaruat Bumi dan Hajat Buruan. Acara tersebut dibuka dengan helaran atau iring-iringan keliling kampung dengan membawa beberapa hasil bumi, sisingaan, dan Ogoh-ogoh.
(mus)