Calon Anggota BPK dari DPR Tak Harus Mundur

Sumber :
  • VIVA/Lilis Khalisotussurur

VIVA.co.id - Harapan seorang advokat Ai Latifah Fardhiyah dan seorang notaris Riyanti agar niatnya maju sebagai calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak berjalan mulus. Keduanya terhalang dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Pasalnya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi para pemohon atas UU BPK.

BPK Tunggu Aksi Penegak Hukum Tuntaskan Kasus Sumber Waras
"Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang pembacaan putusan uji materi UU BPK di Gedung MK, Jakarta, Rabu 4 November 2015.

Adapun pasal yang dinilai menghalangi para pemohon menjadi anggota BPK sehingga dibawa ke MK yaitu Pasal 13 huruf j, Pasal 28 huruf d, huruf e UU BPK. Pasal 13 huruf j UU BPK berbunyi untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, calon harus memenuhi syarat paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.

Lalu Pasal 28 huruf d UU BPK berbunyi anggota BPK dilarang merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara lain dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara, swasta nasional/asing. Selanjutnya huruf e berbunyi anggota BPK dilarang menjadi anggota partai politik. 

Dalam dalilnya pemohon menilai UU BPK tidak mengatur dengan jelas kapan anggota DPR harus mundur dari jabatannya ketika ingin maju sebagai calon anggota BPK. Sebab jika tidak diatur secara jelas, para pemohon khawatir sebab posisi sebagai anggota DPR dipandang sebagai keuntungan karena memiliki kedekatan dengan pusat kekuasaan. Sehingga menimbulkan kerugian bagi calon lain termasuk dirinya untuk bersaing dan lolos sebagai anggota BPK. 

Apalagi seleksi anggota BPK juga dilakukan oleh DPR RI yang bisa saja terkait dengan calon anggota BPK. Sehingga otomatis akan timbul konflik kepentingan dalam pencalonan anggota BPK yang berasal dari anggota DPR.

Dalam pertimbangan mahkamah, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengatakan, integritas dan imparsialitas BPK tidak hanya bersifat kelembagaan tapi juga secara personal. Sehingga hal tersebut harus ditekankan mulai dari proses rekrutmen calon anggota BPK.

"Adapun syarat dan larangan bagi anggota BPK diserahkan pada undang-undang yang mengaturnya," ujar Maria pada kesempatan yang sama. 

Prinsipnya larangan dan syarat tersebut tetap berpegang pada kebebasan dan kemandirian BPK sebagai lembaga yang menghendaki kebebasan dan kemandirian personal anggota BPK.

Lalu soal dalil pemohon terkait dugaan konflik kepentingan anggota DPR ketika mencalonkan diri sebagai anggota BPK, Maria menjelaskan pengelolaan keuangan DPR dipegang oleh Sekretariat Jenderal DPR dan bukan anggota DPR. Begitupun dengan lembaga negara lainnya seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

BPK Segera Audit Keuangan KPK
Atas dasar penjelasan di atas, Maria berpendapat anggota DPR bukan merupakan objek pemeriksaan oleh BPK karena kedudukannya bukan sebagai pengelola keuangan negara.

BPK Sorot Kontrak Karya Freport
Terkait dalil pemohon yang menilai anggota DPR harus mengundurkan diri saat ingin mencalonkan diri sebagai anggota BPK, menurut Maria hal itu dianggap sebagai masalah etika calon bersangkutan dan tidak masuk ke dalam ranah konstitusionalitas.

(mus)
Ruhut Sitompul.

Ahok Pantas 'Serang' Oknum BPK, ujar Ruhut

Polemik ini dia anggap bukan penghinaan terhadap BPK.

img_title
VIVA.co.id
15 April 2016