Usai Emmy Mundur, Greenpeace Serukan 'Perang' ke Industri

Perlawanan Greenpeace terhadap bencana kabut asap di Indonesia
Sumber :
  • VIVA.co.id/Facebook/Greenpeace Indonesia
VIVA.co.id
- Lembaga perlindungan lingkungan, Greenpeace, menyerukan agar industri perkebunan di Indonesia untuk bertanggungjawab dalam bencana kebakaran hutan dan lahan.


Seruan ini disuarakan Greenpeace sehari usai mundurnya Mantan Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara Emmy Hafild pada Rabu 29 Oktober 2015.


Menurut Greenpeace, penggundulan hutan dan pengeringan lahan gambut merupakan akar masalah dari krisis kabut asap. “Sudah jelas bahwa kabut asap dan kebakaran hutan berakar dari puluhan tahun kerusakan hutan dan lahan gambut oleh perusahaan bubur kertas dan kelapa sawit," ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya dalam siaran persnya seperti dikutip Jumat 30 Oktober 2015.


Heboh, Ular 7 Meter Muncul di Riau
Sehari sebelumnya, Emmy Hafild, sempat mengkritik tajam perihal metode perlawanan Greenpeace terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan yang kini menyebabkan kabut asap di Sumatera dan Kalimantan.
Riau Kembali Alami Musim Kemarau

Mantan Direktur Eksekutif Greenpeace ini menuding lembaga itu terkesan melindungi perusahaan yang bekerjasama dengan Greenpeace. Pola 'constructive engagement' yang telah diterapkan Greenpeace pada 2013 pun dianggapnya gagal total.
Indonesia Targetkan 2 Juta Hektare Gambut Dipulihkan


"Fakta juga menunjukkan bahwa posisi Greenpeace ini dipakai oleh perusahaan-perusahaan tersebut untuk "greenwashing image" mereka dan melemahkan posisi CSO (lembaga perlindungan) Indonesia dalam menghadapi kekuatan kapital yang sangat besar di balik tragedi asap ini," tulis Emmy dalam laman facebooknya.

Greenpeace, dalam siaran persnya pun memastikan posisi mereka menentang aktivitas industri perkebunan dan pembukaan hutan di lahan gambut. Perusahaan yang abai dan masih merusak hutan dan lahan gambut harus bertanggung jawab langsung terhadap bencana kebakaran hutan dan kabut asap,” kata Teguh.


Data Greenpeace, sejak Agustus hingga Oktober 2015, hampir 40 persen titik api berada lahan konsesi milik negara yang dikelola oleh perusahaan penebangan dan pengembangan perkebunan.


Sebanyak 20 persen lagi berada di konsesi bubur kertas dan 16 persen lagi berada dalam konsesi kelapa sawit.


“Masyarakat Indonesia dan Asia Tenggara tidak harus menanggung bencana asap kebakaran hutan seperti ini lagi. Industri bubur kertas dan kelapa sawit harus memastikan penghentian pembukaan hutan dan lahan gambut," kata Teguh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya