Korupsi UPS, Alex Usman Didakwa Rugikan Negara Rp81 Miliar
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Mantan Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, Alex Usman, didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) 25 SMA/SMK pada Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat pada APBD Perubahan tahun 2014.
Dia didakwa melakukan korupsi tersebut bersama-sama dengan Harry Lo (Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima), Harjady (Direktur CV lstana Multimedia Center), Zulkarnaen Bisri (Direktur Utama PT Duta Cipta Artha), Andi Susanto, Hendro Setyawan, Fresly Nainggolan, Sari Pitaloka, serta Ratih Widya Astuti.
Tidak hanya itu, terdapat juga nama anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta yang juga selaku anggota Badan Anggaran, Fahmi Zulfikar Hasibuan, dan juga Ketua Komisi E DPRD DKl Jakarta, HM Firmansyah, yang didakwa bersama dengan Alex turut melakukan korupsi.
"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara," kata Jaksa Tasjrifin Halim, saat membacakan surat dakwaan Alex di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.
Jaksa menuturkan, awal tindak pidana ini adalah ketika Alex bertemu dengan Harry Lo bersama dengan Sari Pitaloka selaku Marketing PT Offistarindo Adhiprima di Taiwan pada 18 Juni 2014. Pertemuan itu untuk melihat pameran dan melakukan kunjungan ke Pabrik UPS serta membicarakan kemungkinan UPS dapat dijadikan sebagai barang pengadaan di Sudin Dikmen Jakarta Barat Tahun Anggaran 2014.
Lantaran Sudin Dikmen Jakarta Barat tidak pernah mengajukan permohonan anggaran atau dana untuk pengadaan UPS, maka Alex mengusahakannya dengan melakukan beberapa kali pertemuan dengan Fahmi sepulang dari Taiwan, awal Juli 2014. Pertemuan itu untuk mengusahakan agar UPS dapat dijadikan sebagai barang pengadaan.
Pada pertemuan pertama di Hotel Redtop, dibicarakan bagaimana supaya dianggarkan pengadaan UPS dalam APBD-P Tahun Anggaran 2014, dengan harga per unitnya sebesar Rp6 miliar.
Fahmi menyanggupi akan memperjuangkan anggaran untuk pengadaan UPS, namun jika berhasil dia meminta imbalan. Hal tersebut disetujui Harry Lo. Sebagai tindaklanjutnya, Fahmi lalu bekerjasama dengan Firmansyah selaku Ketua Komisi E.
Pada kenyataannya, pengadaan itu tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan SKPD mitra, hingga akhirnya disetujui dalam APBD perubahan tahun 2014 pada tanggal 13 Agustus 2014.
‎Akhirnya, pengadaan UPS itu dianggarkan dalam APBD perubahan tahun 2014 sebanyak 25 kegiatan. Anggaran untuk pengadaan itu sejumlah Rp150 miliar. Padahal, pengadaan UPS tidak direncanakan, karena tidak sesuai dengan kebutuhan riil sekolah.
Pada pelaksanaan pengadaannya, Alex dengan Harry Lo juga telah menyepakati bahwa sebelum diadakan lelang, dilakukan perencanaan untuk meloloskan perusahaan Harry sebagai pemenang lelang.
Harry diketahui juga pernah memberikan uang sebesar Rp4 miliar kepada Alex di restoran lantai dasar Hotel Pullman pada bulan Februari 2015. Uang itu merupakan uang terima kasih karena pekerjaan UPS telah selesai. Namun, Alex belum mau menerima dan menyampaikan supaya uang tersebut dipegang dulu oleh Harry Lo.
Menurut Jaksa, perbuatan Alex tersebut telah memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi. Alex selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggelembungan harga dalam pengadaan UPS, serta melakukan penunjukkan langsung dalam proses lelangnya sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp81.433.496.225.
Atas perbuatannya, Alex didakwa jaksa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.