MK Rampungkan Peraturan Sengketa Pilkada Calon Tunggal
- VIVA/Lilis Khalisotussurur
VIVA.co.id - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, mengatakan telah merampungkan peraturan MK (PMK) Nomor 4 Tahun 2015 mengenai penyelesaian perselisihan sengketa calon tunggal dalam pilkada.
Secara umum PMK ini mengatur soal legal standing pemohon, batas waktu pengajuan permohonan penyelesaian perselisihan dan syarat selisih suara hasil pemungutan suara dalam pilkada.
"Kita baru finalisasi redaksional, mungkin nanti sore atau besok kita launch di website. Kita segera sosialosasi ke tiga daerah pasangan calon tunggal dan daerah selainnya," ujar Arief saat ditemui wartawan di Gedung MK, Jakarta, Senin, 26 Oktober 2015.
Ia menjelaskan dalam PMK diatur yang memiliki legal standing jika pasangan calon tunggal yang menang adalah pemantau pemilu. Sementara jika suara tidak setuju pada calon tunggal lebih banyak maka yang memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan adalah pasangan calon tunggal bersangkutan.
Lalu diatur juga soal syarat pengajuan gugatan harus memiliki selisih suara yang tak signifikan. Kalau selisihnya terlalu banyak maka tidak bisa mengajukan permohonan perselisihan pilkada.
Ia mencontohkan misalnya dalam pilkada ada pemilih 1000 orang. Lalu yang setuju dengan calon tunggal sebanyak 900 orang. Maka sisanya yang tidak setuju tidak bisa mengajukan gugatan perselisihan. Ketentuan ini diadopsi dari Pasal 158 Undang-Undang Pilkada.
Lalu untuk aturan batas waktu pengajuan perselisihan sengketa pilkada, PMK mengatur substansi yang sama dengan pilkada normal yang bukan calon tunggal yaitu 3x24 jam. Selanjutnya soal hasil putusan atas perselisihan calon tunggal, MK akan memutuskan membatalkan hasil perhitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum dan mengabulkan apa yang diajukan pemohon dalam permohonan.
Arief menjelaskan PMK ini akan berlaku baik untuk pilkada 2015 hingga pilkada seterusnya. Tapi ia mengharapkan adanya pasangan calon tunggal hanya terjadi sekali pada pilkada kali ini karena calon tunggal saat ini dianggap sebagai terobosan hukum.
Sebab dalam putusan MK pun soal calon tunggal diharapkan KPU dan masyarakat serta partai politik bisa mengusahakan agar jangan sampai hanya ada 1 pasangan calon yang maju dalam pilkada.
Dalam merumuskan PMK, MK telah mendengar aspirasi berbagai pihak mulai dari pegiat pemilu, masyarakat, mantan hakim dan pihak lainnya yang relevan. (ren)