Majalah Kampus 'Dibredel' Polisi karena Memuat Artikel G30S
Senin, 19 Oktober 2015 - 12:17 WIB
Sumber :
VIVA.co.id - Lentera, majalah kampus yang diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah, dibredel kepolisian setempat. Seluruh majalah yang telah didistribusikan diminta ditarik dan diserahkan kepada polisi.
Baca Juga :
LBH Pers: Kepolisian Jadi Lembaga Paling 'Baper'
Majalah yang ditarik dari peredaran adalah edisi 10 Oktober 2015. Dalam edisi itu, Lentera menulis artikel berita seputar tragedi pada tahun 1965 atau lebih dikenal dengan istilah G30S (Gerakan 30 September 1965) berdasarkan peristiwa di Salatiga. Artikel itu berjudul Salatiga Kota Merah.
Baca Juga :
PWI Apresiasi Dukungan Pemerintah pada Wartawan
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang menyebut bahwa aparat Kepolisian Resor Salatiga telah menginterogasi para awak Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lentera. Polisi juga memaksa para aktivis pers mahasiswa itu menarik seluruh majalah Lentera edisi 10 Oktober 2015 yang telah dijual di dalam dan di luar kampus.
AJI Kota Semarang menyebut juga ada kabar seluruh majalah Lentera yang telah ditarik dan diserahkan kepada Polisi akan dibakar. Namun sampai Ahad malam, 18 Oktober 2015, belum ada peristiwa pembakaran majalah Lentera.
AJI Kota Semarang memprotes tindakan aparat itu karena dianggap melanggar melanggar kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Lagi pula, tiga jurnalis LPM Lentera diinterogasi tanpa surat resmi pemanggilan untuk pemeriksaan.
"Mahasiswa berhak membuat liputan di LPM masing-masing. Langkah Polres Salatiga memeriksa dan meminta LPM Lentera ditarik bisa menjadi insiden memalukan. Ini bisa mencederai demokrasi," kata Ketua AJI Semarang, Muhammad Rofiuddin, melalui keterangan tertulis kepada VIVA.co.id pada Senin, 19 Oktober 2015.
Rofiuddin mengaku telah mengkaji artikel yang ditulis LPM Lentera edisi 10 Oktober 2015 itu. Tak ada prinsip maupun kode etik jurnalistik yang dilanggar dalam laporan itu. Sebaliknya, hasil reportase itu dibuat berdasarkan prinsip kerja jurnalistik yang memadai, yakni wawancara dengan narasumber, observasi untuk reportase hingga menggunakan dokumen dan literatur yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum.
"AJI juga menilai, LPM Lentera tidak melanggar batasan kebebasan berekspresi sesuai konvensi HAM. Jika ada pihak yang merasa keberatan atas liputan LPM Lentera, bisa melakukan dialog dan diskusi," kata Rofiuddin.
Dia mengingatkan bahwa Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik mengatur penyampaian hak jawab atau ralat atau koreksi jika ada hal yang dianggap keliru atau salah dalam artikel Salatiga Kota Merah itu. "Bukan dengan cara menarik majalahnya. Ingat, laporan jurnalistik itu adalah usaha memperoleh kebenaran secara terus menerus," ujarnya.
VIVA.co.id mencoba mengonfirmasi Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polres Salatiga, Ajun Komisaris Polisi Djoko Lelono, untuk mengonfirmasi laporan AJI Kota Semarang. Namun nomor ponselnya tak dapat dihubungi. Panggilan telepon sempat tersambung tetapi kemudian nonaktif hingga berita ini dipublikasikan. (ren)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
AJI Kota Semarang memprotes tindakan aparat itu karena dianggap melanggar melanggar kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Lagi pula, tiga jurnalis LPM Lentera diinterogasi tanpa surat resmi pemanggilan untuk pemeriksaan.