243 Kampus Curhat Cara Pemerintah 'Binasakan' PTS
- VIVA.co.id/Mitra Angelia
VIVA.co.id - Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) mendengarkan curahan hati dari 243 Pergutuan Tinggi Swasta (PTS) yang dinonaktifkan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
“Yang sekarang menarik adalah laporan dari PT yang nonaktif itu, ternyata antara data yang dilimpahkan oleh Kemenristekdikti itu tidak sama, itu ada yang tidak sama,” ujar Sekretaris Jenderal APTISI, Suyatno pada kamis, 15 Oktober 2015 di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat.
Usai mendengar curhatan para perwakilan PTS yang dinonaktifkan dalam pertemuan yang diadakan APTISI sepanjang hari, disimpulkan Suyatno bahwa ada beberapa poin permintaan PTS kepada Kemenritekdikti terkait penonaktifan PTS yang telah mereka rintis.
Suyatno menjelaskan APTISI meminta agar Kemenristekdikti menyisir kembali data-data yang telah dikembangkan untuk mengambil keputusan sebuah program studi itu dinonaktifkan.
Dicontohkan, ketika rapat tertutup APTISI dengan PTS, dari PTS di Aceh menyebut ternyata PTS mereka sudah tidak aktif lagi selama bertahun-tahun.
“Masih muncul, itu kan boleh dikatakan data yang dimunculkan tidak akurat,” kata Suyatno.
Sutano menyatakan informasi menonaktifkan itu, menimbulkan dampak sosial yang sangat tinggi. Dikatakan dampaknya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap PT itu. Kemudian juga menimbulkan keresahan orang tua dan mahasiswa, bahkan pejabat di daerah tersebut membantu untuk mensosialisaikan bahwa PT itu tidak pantas untuk dinonaktifkan.
“Yang rugi bukan saja masyarakat tapi juga pemerintah,” kata Suyatno.
Kemudian, yang mesti dipertimbangkan kembali, Suyatno mengungkapkan yaitu mengenai pemberian sanksi yang seharusnya di generaliasi. Katakan, salah satu Universitas di Jawa Barat, memiliki program stusi 15 hingga 20 bidang studi, tapi yang melanggar hanya satu.
Tapi, seharusnya universitasnya yang jika yang bermasalah program studinya, harusnya yang dinonaktifkan hanya prodinya bukan lembaganya.
“Sekarang itu kan modelnya itu adalah boleh dikatakan tadi, bukan dibina tapi dibinasakan, nah ini mungkin cara pendekatan dan sistem yang dilakukan lebih baik lagi,” katanya.
APTISI pun menegaskan mereka tidak akan membela PT yang dikatakan oleh pemerintah sebagai PT abal-abal. Namun, mereka meminta, jika seandainya pemerintah salah dalam memaparkan data, sebaiknya pemerintah juga bersikap profesional.
“Kami setuju bagi PT yang notabennya dikatakan abal-abal silakan dihukum, diberi sanksi. Kami tidak akan melindungi PT yang program studinya yang tidak sesuai atuan. Kita juga minta, kalau mereka (pemerintah) salah data, terlanjur dinonaktifkan, apakah pemerintah secara gentlement mengakui bahwa PT itu baik? Kami minta profesional,” ujar dia.