Intelijen Tahu Aceh Singkil Bakal Rusuh, Tapi Abai
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai pecahnya kerusuhan di Kabupaten Aceh Singkil sebagai akibat dari intelejen yang tidak menindaklanjuti informasi potensi. Intelijen, kata Tjahjo, tidak melakukan langkah deteksi dini.
"Kami tidak mau ada istilah intelejen kecolongan. Itu namanya bukan intelijen. Berarti deteksi dini tidak di-follow up dengan baik. Maka, mari kita cari akar masalahnya," kata Tjahjo usai menghadiri Dies Natalis Universitas Diponegoro, Semarang, Kamis, 15 Oktober 2015.
Jauh sebelum kejadian pembakaran rumah ibadah di Singkil, Tjahjo mengaku sempat berkunjung dan bermalam di Aceh. Saat itu pihaknya bahkan mendapatkan laporan baik dari Gubernur dan Kapolda setempat bahwa toleransi beragama di sana baik-baik saja.
"Tim Dirjen kami juga sudah ke sana, memang ada sinyal itu (intoleransi), berarti deteksi dini sudah ada," ujar Tjahjo.
Menurut Tjahjo, pecahnya konflik di Aceh Singkil karena sinyal intolerensi yang sudah terdeteksi justru tidak ditindaklanjuti oleh pihak intelejen. Sehingga peristiwa yang memilukan umat beragama itu untuk kesekian kalinya terjadi kembali.
Ke depan, Tjahjo meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus itu. Seluruh dalang penyebab konflik dan oknum yang terlibat harus mendapatkan sanksi tegas.
"Siapa yang jadi provokator, yang menggerakkan, harus diproses hukum. Kalau camat yang salah ya beri sanksi, kalau kapolseknya ya diganti atau Kapolresnya, apapun itu," kata Menteri asal PDI Perjuangan itu.
Insiden yang mengoyak rasa kemanusiaan itu pecah pada Selasa, 13 Oktober 2015, di Desa Sukamakmur Kecamatan Gunung Meriah, Aceh Singkil, Nangroe Aceh Darussalam.
Seorang warga meninggal dunia akibat tertembak. Empat orang luka-luka, termasuk satu anggota Tentara Nasional Indonesia. Tak hanya itu, ribuan warga terpaksa menjadi pengungsi, menyingkir dari kampung halaman. [Baca selengkapnya di ] (ase)