Lodok, Sawah 'Jaring Laba-Laba' yang Mempesona
- VIVA.co.id/Jo Mariono/NTT
VIVA.co.id - Sentra persawahan Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur membentang melingkari pemukiman penduduk di Kelurahan Wae Belang Cancar, Desa Meler, Pong Lale, Belang Turi, Pong Leko serta Desa Bulan.
Lokasi subur seluas 1.500 hektar dan berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut itu menyimpan pesona tiada tara berkat keberadaan delapan bulatan raksasa serupa jaring Laba-Laba.
Muasal kepingan karya spektakuler yang dinamakan Lodok itu konon terlahir dari adat istiadat setempat sehingga sawah jaring laba-laba dapat ditemukan di banyak tempat di Manggarai selain di Lingko Cara Cancar Kecamatan Ruteng.
Semburat keagungan panorama terpancar dari dasar petak-petak sawah yang berada 15 kilometer dari Ruteng Ibu Kota Kabupaten Manggarai mengundang perhatian pelancong domestik pun internasional.
Saban hari turis yang menjelajahi pulau Flores pasti mampir menikmati sawah permai “Lodok” yang indahnya bak Crop Circle buatan alien.
Untuk mendapatkan pemandangan terbaik, naiklah ke atas bukit Cara atau mendaki dari Kampung Meler untuk meresapi keping-keping takjub sawah Lodok satu-satunya di jagat raya ini.
Berawal dari Tradisi Leluhur
Nenek moyang Manggarai telah menggariskan sistem pembagian tanah dalam bentuk Lodok dengan titik nol berada di tengah-tengah lahan ulayat yang akan dibagi-bagi.
Polanya dengan menarik garis panjang dari titik tengah (Lodok) hingga ke bidang terluar (Cicing) dengan patron khas Lodok yakni kecil di dalam besar di luar atau layaknya formasi mirip jaring laba-laba.
Kewenangan untuk membagi tanah komunal ada pada kuasa Tu’a Teno. Sehingga diawal mula pembagian dibuatkan ritus kecil ‘Tente Teno’ atau menancapkan pohon Teno di titik episentrum Lodok. Darah kambing ditumpahkan diatas kayu Teno wujud simbolisasi pengesahan secara adat.
Frans B.Kenaru, tokoh Kampung Rentung Desa Belang Turi menerangkan, konon pembagian tanah ulayat mengikuti rumus Moso (Jari Tangan). Ukuran Moso sangat relatif sesuai jumlah penerima tanah berikut keturunanya.
“Semakin banyak penerima lahan, makin kecil bidang tanah yang didapat. Beruntung sekali jika penerima sedikit karena tanah yang diperoleh pun besar. Dalam praktiknya Tu’a Golo atau tua Kampung serta Tu’a Teno mendapat porsi lebih besar dari warga biasa,” Kata Pensiunan guru kelahiran 1936 itu.
Namun, kata dia pembagian awal Moso diprioritaskan bagi petinggi kampung beserta keluarganya diikuti warga jelata dari masing-masing suku. Warga dari luar kampung pun, bisa mendapatkan tanah dengan mengajukan permohonan.
“Caranya dengan Kapu Manuk Lele Tuak atau membawakan seekor ayam dan sekendi tuak. Mintanya melalui sidang dewan kampung yang di pimpin Tu’a Golo lalu disahkan oleh Tu’a Teno,” terang Frans.
Karya Tangan Raja
Kepada Viva.co.id, Frans Kenaru mengaku menukil kisah sawah lodok dari cerita mendiang ayahnya Magnus Ngabut, kelahiran 1920.
Menurut Frans, bentangan sawah dengan delapan Lodok di Lingko Cancar merupakan jejak karya tangan raja Aleksander Baruk yang memimpin bumi Nusa Lale Manggarai tahun 1931-1945.
“Sawah perdana Manggarai adanya di Lingko Loro dekat Rentung dan Nugi dekat Cancar. Sejak awal pembagianya tetap pola Lodok. Orang dulu sebutnya sawa sonto sekarang contoh tidak lebih dari 100 hektar luasnya,” ujar Frans.
Meski masih dibayang-bayangi kekuasaan kolonial Belanda, namun Raja Baruk terus mendorong pertanian padi dan kopi dan mengirim banyak orang belajar bercocok tanam di Singaraja (sekarang Bali).
“Masa kecil kami dulu begitu pilu. Menu hari-hari Ubi atau gaplek dari ubi. Waktu muda baru tau makan nasi itupun amat jarang. Nasi baru dimakan jika ada tamu,” tutur pria yang akrab disapa Guru Frans tersebut.
Kabupaten Manggarai saat ini merupakan lumbung padi untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur. Bagaimana tidak, dari total 1.915,62 kilometer persegi luas wilayah yang berada pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut itu, areal persawahan meraup porsi tinggi mencapai 12.585 hektar tersebar di 12 Kecamatan.
Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Manggarai tahun 2015 mencatat, produksi padi pada paruh pertama musim panen tembus ke angka 115.000 ton gabah atau 66.000 ton beras dengan surplus beras mencapai 28.000 ton.
Pencapaian itu tidak terlepas dari support Pemda setempat dan kerja keras 40.000 petani yang tergabung dalam 500 kelompok tani.
Jo Mariono/Manggarai/NTT