Jero Wacik Gunakan Dana Kementerian untuk Pijat
Selasa, 13 Oktober 2015 - 00:05 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Muhammad Solihin
VIVA.co.id
- Mantan Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan Biro Umum Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Luh Ayu Rusminingsih mengungkapkan adanya sejumlah kegiatan fiktif untuk menutupi penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM) yang dilakukan Jero Wacik.
Kegiatan fiktif itu ditulis guna menutupi kegiatan yang menggunakan DOM namun tidak bisa dipertanggungjawabkan. Luh menyebutkan salah satunya adalah penggunaan DOM untuk pijat refleksi.
"Pak Menteri kan suka pijat, suka refleksi. Jadi hal seperti itu nggak layak dimasukkan dalam pertanggungjawaban. Lagian  tidak mungkin refleksi diminta kuitansi," kata Luh dalam keterangannya sebagai saksi untuk terdakwa Jero Wacik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.
Selain dengan kegiatan fiktif, Luh menyebut penggunaan DOM yang tidak bisa dipertanggungjawabkan juga ditutupi dengan cara melakukan penggelembungan dana. Salah satu contohnya adalah menyamarkan dalam pembelian bunga.
"Mark up misalnya bunga, fiktif juga bunga, untuk bisa membayar kebutuhan lain yang ga bisa dipertanggungjawabkan," ujar dia.
Jaksa sempat menanyakan mengenai adanya kegiatan fiktif perjalanan dinas Jero Wacik pada tahun 2008, hal tersebut diakui oleh Luh. Dia menyebut ketika itu ayah dari Jero Wacik meninggal dan akan dilakukan upacara adat ngaben.
Luh menyebut hal tersebut tidak bisa dipertanggungjawab lantaran tidak termasuk kegiatan yang diperbolehkan menggunakan DOM. "Dibuatlah surat perjalanan dinas fiktif itu karena gak bisa dipertanggungjawabkan," ujar dia.
Adanya penggelembungan untuk menutupi penggunaan DOM yang tidak bisa dipertanggungjawabkan juga dibenarkan oleh Kepala Sub Bagian TU Menteri, Siti Alfiah. Dia juga sempat menyebut pijat refleksi sebagai salah satu kegiatan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tersebut.
"Ada kartu ANZ, pijat refleksi. Ada untuk menutup pengeluaran kecil-kecil itu. Misal untuk makan, kan nunggu sampe malam, Sespri pulang, pegawai antar barang, atau berkas segera ditandatangan Bapak," tutur dia.
Jaksa sempat mengkonfirmasi tujuan penggelembungan harga yang dilakukan tersebut. Siti mengakui adanya beberapa kegiatan Menteri yang memang tidak diatur dananya.
"Jadi memang tidak ada posnya, untuk menunjang kegiatan pak Menteri, jadi terpaksa kita memark up," tandas dia.
Diketahui, Jero Wacik selaku Menteri Kebudayaan dan Pariwisata 2004-2009, didakwa telah menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) yang digunakan untuk kepentingan pribadi serta kepentingan keluarganya. Politikus Partai Demokrat itu didakwa menyalahgunakan DOM Tahun Anggaran 2008-2011.
Pada surat dakwaannya, Jero disebut menunjuk Pejabat Pelaksana Anggaran pada satuan kerja Sekretariat Jenderal Kemenbudpar untuk alokasi anggaran DOM setiap tahun. Â Jero disebut pernah meminta Luh agar memperhatikan keperluan keluarga dia.
"Sehingga Luh Ayu menggunakan sebagian uang DOM yang dikelola selama periode 2008-2011 untuk membayar biaya keperluan keluarga terdakwa," kata Jaksa Dody Sukmono saat membacakan surat dakwaan Jero Wacik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa 22 September 2015.
Beberapa keperluan keluarga Jero antara lain untuk membayar biaya keperluan keluarga Jero seperti pijat refleksi, potong rambut dan salon, transportasi panggil petugas medis dan laboratorium serta transportasi dan pembelian makanan untuk keluarga Jero di kantor.
Atas perbuatannya itu, Jero didakwa telah memperkaya diri sendiri sejumlah Rp7.337.528.802 dan memperkaya keluarganya sebanyak Rp1.071.088.347.
"Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp8.408.617.149 dari jumlah kerugian keuangan negara seluruhnya sejumlah Rp10.597.611.831 dari selisih total pengeluaran DOM dari kas negara sepanjang 2008-2011," ujar Jaksa.
Perbuatan Jero itu diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Mark up misalnya bunga, fiktif juga bunga, untuk bisa membayar kebutuhan lain yang ga bisa dipertanggungjawabkan," ujar dia.