Bekas GM Hutama Karya Didakwa Rugikan Negara Rp40 Miliar
Jumat, 9 Oktober 2015 - 17:50 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
VIVA.co.id
- Bekas General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan didakwa telah melakukan pengaturan dalam proses lelang pengadaan atas Pembangunan Diklat Pendidikan dan Pelatihan llmu Pelayaran (BP2lP) Tahap tiga pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut (PPSDML) Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2011 di Jakarta dan Sorong.
Budi didakwa telah mempengaruhi proses lelang dengan cara mempengaruhi atasan langsung Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia pengadaan.
"Untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam pengadaan tersebut dengan pemberian imbalan," kata Jaksa Dzakiyul Fikri saat membacakan surat dakwaan Budi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 9 Oktober 2015.
Dalam praktiknya, setelah ditetapkan sebagai pemenang, PT Hutama Karya tidak mengerjakan sendiri pekerjaan utamanya. Melainkan mensubkontrakkan ke pihak lain tanpa seijin PPK, membuat kontrak fiktif untuk menutupi biaya imbalan, menggelembungkan biaya operasional atas pekerjaan BP2lP, melaporkan kemajuan pekerjaan yang tidak sesuai kondisi yang sebenarnya.
Jaksa menyebut, anggaran pembangunan BP2lP Sorong Tahap tiga pada PPSDML Badan Pengambangan SDM Kemenhub berdasarkan Daftar lsian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2011, disetujui sebesar Rp112.253.337.000.
Terkait proyek tersebut, Keputusan Menteri Perhubungan memutuskan Bobby Reynold Mamahit selaku Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) yang juga sebagai atasan langsung KPA Djoko Pramono selaku Kepala PPSDML yang juga sebagai KPA serta Supardi Temmu sebagai PPK Pembangunan Rating School Sorong.
Danny menyarankan Budi mempengaruhi Bobby serta Djoko untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam pengadaan tersebut dengan meminta bantuan Theofilus Waimuri selaku staf khusus/penasihat Menteri Perhubungan.
Terkait proyek itu, Panitia pengadaan sebelumnya menetapkan HPS sebesar Rp96.400.000.000. Namun karena ada biaya imbalan yang disepakati Budi dan memperoleh HPS yang lebih tinggi, lrawan kemudian membuat sejumlah perubahan dibantu Sudharmo untuk menyusun Engineering Estimate (EE). HPS kemudian diubah menjadi sebesar Rp105.532.000.000 yang menyebabkan nilai kontrak menjadi lebih tinggi. (ase)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Danny menyarankan Budi mempengaruhi Bobby serta Djoko untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam pengadaan tersebut dengan meminta bantuan Theofilus Waimuri selaku staf khusus/penasihat Menteri Perhubungan.