Tahanan KPK Desak Abraham dan BW Segera Diadili
Jumat, 9 Oktober 2015 - 07:39 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Sejumlah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah menjalani tahanan di Rutan Guntur mengajukan petisi yang diajukan kepada Presiden Joko Widodo.
Petisi tersebut berisi tentang desakan para tahanan kepada Presiden Jokowi agar perkara yang menjerat dua pimpinan KPK nonaktif, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) segera disidangkan.
Baca Juga :
DPR: Deponering Dalam UU Kejaksaan Harus Diatur
Petisi tersebut berisi tentang desakan para tahanan kepada Presiden Jokowi agar perkara yang menjerat dua pimpinan KPK nonaktif, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) segera disidangkan.
"Ini petisi penghuni Guntur. Kita minta supaya BW dan AS itu disamakan dengan kita. Ini ditandatangani oleh SDA (Suryadharma Ali), Bupati juga. Supaya keduanya (Samad dan Bambang) tidak diistimewakan," kata Kaligis usai menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2015.
Kaligis yang merupakan terdakwa kasus dugaan suap kepada Hakim dan Panitera PTUN itu menyebut dasar pengajuan petisi adalah demi tatanan hukum di lndonesia. Dia menyebut jika perkara dua orang tersebut tidak disidangkan, akan merusak tatanan hukum.
"Karena kalau begini rusak hukum di Indonesia. Setiap KPK mau dimasukkan selalu mereka minta supaya jangan. Kalau enggak salah kaya kami-kami ini enggak salah masuklah ke Pengadilan," ujar dia.
Berikut isi petisi yang dibuat OC Kaligis dan sejumlah tahanan tindak pidana korupsi lainnya di Rutan Guntur:
Jakarta, 6 Oktober 2015
Kepada yth Presiden Republik Indonesia Bapak IR H Joko widodo di Jakarta.
Hal: Mohon persamaan hukum terkait perkara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto untuk segera dilimpahkan ke pengadilan.
Dengan hormat,
Kami para tahanan KPK di Rutan Guntur yang tidak gentar menghadapi sidang peradilan sesuai amanah UUD, bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum dengan mengacu pada pasal 27 UUD, equality before the law (persamaan perlakuan hukum) dengan ini
mengajukan petisi sebagai berikut:
Pertimbangan:
I.
A. bahwa Bambang Widjojanto telah dinyatakan tersangka melalui kajian penyidikan dan penuntutan (melalui polisi dan kejaksaan) yang akhirnya di P-21 kan,
B. Bahwa hal yang sama kami alami di KPK dan setelah di P-21 perkara dilimpahkan,
C. Bahwa yang didakwa adalah mantan menteri, bupati, walikota dan mereka yang telah berbuat sesuatu kepada negara bahkan menerima bintang maha putra atau tanda jasa
pengabdian serupa,
D. Bahwa sekalipun dirasakan banyak perkara yang direkayasa KPK, toh kami harus diadili.
II.
A. Bahwa dalam perkara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad nampak gerakan politik untuk tidak melimpahkan perkara ke pengadilan. Apalagi sebagai pengacara dan penggiat LSM, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad sangat lihai memanfaatkan baik cendikiawan maupun golongan simpatisan lainnya, untuk tidak meneruskan perkara mereka di pengadilan, takut terbongkar praktek-praktek melawan hukum yang dilakukan mereka,
B. Bahwa kalau seandainya memang Bambang Widjojanto dan Abraham Samad merasa tidak bersalah semua upaya hukum dapat ditempuh antara lain praperadilan tidak sahnya penyidikan dan penuntutan, tidak melalui gerakan-gerakan masyarakat,
C. Bahwa kalau akademisi atau pemuka lainnya dapat meyakinkan sidang peradilan bahwa Bambang Widjojanto dan Abraham Samad tidak bersalah silahkan membuktikan hal tersebut di pengadilan.
D. Bahwa model deponering atas tidak meneruskan perkara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad ke pengadilan, tentu mencederai rasa keadilan kami yang dituntut KPK,
E. Bahwa berdasarkan equality before the law, kami penghuni Rutan KPK, memohon kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk tidak mengintervensi perkara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad,
F. Bahwa demi keadilan berdasarkan keutuhan yang maha esa, demi persamaan di depan hukum, kami memohon jangan ada diskriminalisasi perlakukan terhadap Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, dan karenanya permohonan kami agar perkara mereka dilimpahkan segera ke pengadilan demi tegaknya hukum di Indonesia sebagai negara hukum.
Atas perhatian Bapak Presiden, kami ucapkan terima kasih
tanda tangan para pemohon petisi:
Materai Rp 6000 tandatangan OC
Kaligis
2. Dr Tafsir Nurchamid
3 Waryono Karno
4 Mulya Hasjmy
5 Rusli Sibua
6 Ilham Arif Sirajudin
7 Sugiarto
8 Abdul Rouf
9. Rizal Abdullah
10 Suryadharma Ali
11 Heru Sulaksono
12 Antonius Bambang Djatmiko
13 Budi Antoni Aljufri
14 Dadang Prijatna
15 Made Meregawa
16 Jamaluddien Malik
17 Kasmin
18 Adriansyah
Tembusan sebagai laporan kepada
yth:
1. Wakil Presiden R.I
2. Ketua Mahkamah Agung R.I
3. Jaksa Agung R.I
4. DPR R.I
5. Komisi III DPR R.I
6. Menkopolhukam
7. Menkumham
8. Para pimpinan partai.
Kepada yth Presiden Republik Indonesia Bapak IR H Joko widodo di Jakarta.
Hal: Mohon persamaan hukum terkait perkara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto untuk segera dilimpahkan ke pengadilan.
Dengan hormat,
Kami para tahanan KPK di Rutan Guntur yang tidak gentar menghadapi sidang peradilan sesuai amanah UUD, bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum dengan mengacu pada pasal 27 UUD, equality before the law (persamaan perlakuan hukum) dengan ini
mengajukan petisi sebagai berikut:
Pertimbangan:
I.
A. bahwa Bambang Widjojanto telah dinyatakan tersangka melalui kajian penyidikan dan penuntutan (melalui polisi dan kejaksaan) yang akhirnya di P-21 kan,
B. Bahwa hal yang sama kami alami di KPK dan setelah di P-21 perkara dilimpahkan,
C. Bahwa yang didakwa adalah mantan menteri, bupati, walikota dan mereka yang telah berbuat sesuatu kepada negara bahkan menerima bintang maha putra atau tanda jasa
pengabdian serupa,
D. Bahwa sekalipun dirasakan banyak perkara yang direkayasa KPK, toh kami harus diadili.
II.
A. Bahwa dalam perkara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad nampak gerakan politik untuk tidak melimpahkan perkara ke pengadilan. Apalagi sebagai pengacara dan penggiat LSM, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad sangat lihai memanfaatkan baik cendikiawan maupun golongan simpatisan lainnya, untuk tidak meneruskan perkara mereka di pengadilan, takut terbongkar praktek-praktek melawan hukum yang dilakukan mereka,
B. Bahwa kalau seandainya memang Bambang Widjojanto dan Abraham Samad merasa tidak bersalah semua upaya hukum dapat ditempuh antara lain praperadilan tidak sahnya penyidikan dan penuntutan, tidak melalui gerakan-gerakan masyarakat,
C. Bahwa kalau akademisi atau pemuka lainnya dapat meyakinkan sidang peradilan bahwa Bambang Widjojanto dan Abraham Samad tidak bersalah silahkan membuktikan hal tersebut di pengadilan.
D. Bahwa model deponering atas tidak meneruskan perkara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad ke pengadilan, tentu mencederai rasa keadilan kami yang dituntut KPK,
E. Bahwa berdasarkan equality before the law, kami penghuni Rutan KPK, memohon kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk tidak mengintervensi perkara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad,
F. Bahwa demi keadilan berdasarkan keutuhan yang maha esa, demi persamaan di depan hukum, kami memohon jangan ada diskriminalisasi perlakukan terhadap Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, dan karenanya permohonan kami agar perkara mereka dilimpahkan segera ke pengadilan demi tegaknya hukum di Indonesia sebagai negara hukum.
Atas perhatian Bapak Presiden, kami ucapkan terima kasih
tanda tangan para pemohon petisi:
Materai Rp 6000 tandatangan OC
Kaligis
2. Dr Tafsir Nurchamid
3 Waryono Karno
4 Mulya Hasjmy
5 Rusli Sibua
6 Ilham Arif Sirajudin
7 Sugiarto
8 Abdul Rouf
9. Rizal Abdullah
10 Suryadharma Ali
11 Heru Sulaksono
12 Antonius Bambang Djatmiko
13 Budi Antoni Aljufri
14 Dadang Prijatna
15 Made Meregawa
16 Jamaluddien Malik
17 Kasmin
18 Adriansyah
Tembusan sebagai laporan kepada
yth:
1. Wakil Presiden R.I
2. Ketua Mahkamah Agung R.I
3. Jaksa Agung R.I
4. DPR R.I
5. Komisi III DPR R.I
6. Menkopolhukam
7. Menkumham
8. Para pimpinan partai.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Ini petisi penghuni Guntur. Kita minta supaya BW dan AS itu disamakan dengan kita. Ini ditandatangani oleh SDA (Suryadharma Ali), Bupati juga. Supaya keduanya (Samad dan Bambang) tidak diistimewakan," kata Kaligis usai menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2015.