Soal Kabut Asap, Penegakan Hukum Masih Kendur
Kamis, 8 Oktober 2015 - 15:53 WIB
Sumber :
- ANTARA/Rony Muharrman
VIVA.co.id
- Direktur Eksekutif Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Kelola Pemerintahan, Monica Tanuhandaru, menilai penegakan hukum terhadap pelaku pembakar hutan dan lahan belum 'bergigi.' Hal itu dianggap menjadi salah satu faktor terjadinya kebakaran hutan yang berulang.
"Meski banyak pelaku pembakaran hutan dan pengrusakan lahan gambut berhasil diidentifikasi, penegakan hukum masih lemah. Banyak konflik politik dan kepentingan karena aktor-aktor kunci banyak terkait dengan mereka yang memegang kekuasaan," ujar Monica Tanuhandaru dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI, Kamis 8 Oktober 2015.
Selain faktor penegakan hukum, sejumlah aktivis lingkungan juga menyoroti alokasi anggaran sektor kehutanan yang dianggap sangat rendah. Kondisi ini diperburuk dengan realisasi belanja yang tidak optimal yang rata-rata masih di bawah pagu anggaran.
"Sangat disayangkan, pada RAPBN 2016 indeks alokasi anggaran untuk sektor hutan sama sekali belum berubah bahkan turun menjadi Rp48.685/hektar/tahun dibanding indeks tahun sebelumnya," ungkap aktivis Indonesia Budget Center, Darwanto menambahkan.
Sementara itu, data Center for International Forestry Research (CIFOR) merekomendasikan sejumlah solusi penanganan kebakaran lahan dan hutan. Hal itu diambil dari pengalaman dan penelitian yang dilakukan lembaga tersebut.
"Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman hasil-hasil riset kami. Pertama sebagai solusi jangka pendek, anggaran dan penegakkan hukum harus menjadi prioritas," ujar Prof. Dr. Herry Purnomo selaku peneliti CIFOR.
Herry mengatakan DPR sepatutnya meningkatkan alokasi anggaran negara untuk kegiatan pencegahan kebakaran. "Saat ini 95 persen anggaran diperuntukkan untuk kesiapsiagaan dan pemadaman kebakaran," kata Herry.
Rekomendasi lainnya adalah pemerintah diwajibkan mereview perizinan di lahan gambut secara menyeluruh, termasuk monitoring pola pengelolaan dan menunda serta mencabut konsesi hutan dan kebun di lahan gambut.
Adapun solusi jangka menengah yang ditawarkan CIFOR agar pemerintah konsisten memastikan agar peraturan terkait lahan gambut tidak tumpang tindih. Pemerintah Indonesia, kata Herry, juga perlu menjalin kerjasama dengan negara-negara ASEAN dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta bencana asap.
"Untuk solusi jangka panjang, pemerintah harus secara perlahan tapi pasti menegakkan hukum yang berlaku dan memperkuat kapasitas penegakan hukum, juga menata ulang pengelolaan ekosistem lahan gambut dan mengintegrasikan pemetaan lahan gambut dalam One Map," lanjut Herry. (ren)
"Sangat disayangkan, pada RAPBN 2016 indeks alokasi anggaran untuk sektor hutan sama sekali belum berubah bahkan turun menjadi Rp48.685/hektar/tahun dibanding indeks tahun sebelumnya," ungkap aktivis Indonesia Budget Center, Darwanto menambahkan.
Sementara itu, data Center for International Forestry Research (CIFOR) merekomendasikan sejumlah solusi penanganan kebakaran lahan dan hutan. Hal itu diambil dari pengalaman dan penelitian yang dilakukan lembaga tersebut.
"Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman hasil-hasil riset kami. Pertama sebagai solusi jangka pendek, anggaran dan penegakkan hukum harus menjadi prioritas," ujar Prof. Dr. Herry Purnomo selaku peneliti CIFOR.
Herry mengatakan DPR sepatutnya meningkatkan alokasi anggaran negara untuk kegiatan pencegahan kebakaran. "Saat ini 95 persen anggaran diperuntukkan untuk kesiapsiagaan dan pemadaman kebakaran," kata Herry.
Rekomendasi lainnya adalah pemerintah diwajibkan mereview perizinan di lahan gambut secara menyeluruh, termasuk monitoring pola pengelolaan dan menunda serta mencabut konsesi hutan dan kebun di lahan gambut.
Adapun solusi jangka menengah yang ditawarkan CIFOR agar pemerintah konsisten memastikan agar peraturan terkait lahan gambut tidak tumpang tindih. Pemerintah Indonesia, kata Herry, juga perlu menjalin kerjasama dengan negara-negara ASEAN dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta bencana asap.
"Untuk solusi jangka panjang, pemerintah harus secara perlahan tapi pasti menegakkan hukum yang berlaku dan memperkuat kapasitas penegakan hukum, juga menata ulang pengelolaan ekosistem lahan gambut dan mengintegrasikan pemetaan lahan gambut dalam One Map," lanjut Herry. (ren)
Baca Juga :
Sembilan Nelayan Jawa Tengah Gugat Menteri Susi
Mereka menentang peraturan menteri soal alat tangkap nelayan.
VIVA.co.id
6 Januari 2016
Baca Juga :