Pansel KPK: Ada Motivasi Terselubung DPR Revisi UU KPK

Pansel calon pimpinan KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah
VIVA.co.id - Anggota Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK), Yenti Ganarsih, menilai ada yang aneh dalam pembahasan revisi Undang-Undang tentang KPK yang diprakarsai Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat.
Politikus Budi Supriyanto Didakwa Disuap Ratusan Ribu Dolar

Dia menengarai pembahasan revisi itu mendadak di tengah pekerjaan rumah KPK yang masih banyak.
'Bos Podomoro Beri Sanusi Uang Rp2 Miliar Sebagai Sahabat'

"Kayaknya terlalu dipaksakan. Saya pikir ini coba-coba, karena empat bulan begitu. Tiba-tiba mau ada revisi," kata Yenti Ganarsih saat ditemui VIVA.co.id di Semarang, Kamis, 7 Oktober 2015.
KPK Ajak Pengusaha Cegah Korupsi di Sektor Swasta

Pansel mencermati beberapa kriteria janggal dalam revisi Undang-Undang KPK yang sudah masuk dalam Baleg DPR. Misalnya, ada pasal batasan usia bagi KPK yang hanya sampai 12 tahun.

Posisi KPK sebagai lembaga pemberantasan dan pencegahan korupsi, bahkan tetap dibutuhkan hingga 30 tahun mendatang.

"Tolok ukurnya apa. Sementara korupsi masih tinggi. Harusnya, ukurannya korupsi sudah turun. Kalau suatu saat turun pun, KPK tetap ada dengan fungsi pencegahan," ujar Yenti.

Ia menyebutkan, sepanjang tahun 2014, KPK telah menangani 36 kasus besar di Indonesia. Sementara itu, Kepolisian menangani 600 kasus, dan Kejaksaan 700 kasus. Bahkan, jika ada kasus korupsi di dua institusi penegak hukum itu, KPK juga menanganinya.

"Ini jadi kemunduran kalau KPK tidak didorong. Padahal, negara-negara lain sedang membentuk lembaga anti korupsi," kata Yenti.

Pansel KPK mempertanyakan motivasi terselubung di balik pembahasan 12 pasal dalam naskah revisi Undang-Undang KPK.

"Apa yang ada di benak DPR? DPR kan bekerja mendengar aspirasi rakyat. Maka tolong jelaskan, apakah itu (revisi Undang-Undang KPK) aspirasi rakyat atau kelompok tertentu maupun partai saja," kata Yenti.

Yenti mengingatkan bahwa masih banyak pembahasan RUU lain yang lebih penting daripada revisi Undang-Undang KPK. Misalnya, RUU perampasan aset, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan lain-lain.

"Tidak terhindarkan kecurigaan apabila beberapa partai yang ingin melemahkan KPK saat ini. Secara korupsi masih merajalela," ujar Yenti. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya