Gugatan PLTU Ditolak, Warga Batang Kasasi
- VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.
VIVA.co.id - Warga Batang, Jawa Tengah yang menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap bakal mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kuasa hukum mereka, Judianto Simanjuntak, menganggap putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah menolak gugatan tidak adil.
"Kami sangat kecewa, karena keputusan pengadilan mengabaikan fakta yang terungkap dalam persidangan sehingga harusnya majelis menyatakan gugatan itu diterima. Sehingga kita harus lakukan upaya hukum sampai MA," ujar Judianto dalam konferensi pers di Chese Cake Factory, Cikini, Rabu 7 Oktober 2015.
Judianto menjelaskan ada sejumlah fakta hukum yang cenderung diabaikan majelis hakim. Fakta yang terungkap di persidangan di antaranya kejanggalan dalam prosedur penerbitan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor Nomor: 590/35 Tahun 2015 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Sisa Lahan.
Judianto menilai penerbitan SK tersebut tidak memenuhi azas keterbukaan. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses sosialisasi dan konsultasi. Sebab, dari 27 pemilik lahan, hanya 1 orang yang hadir dalam sosialisasi.
Warga Batang juga menyoroti berita acara konsultasi publik yang mencantumkan persetujuan masyarakat terhadap pembangunan PLTU. Faktanya, kata Judianto, konsultasi publik yang merupakan kewajiban undang-undang pengadaan tanah itu justru tidak melibatkan masyarakat.
Fakta-fakta itulah yang menurut Judianto diabaikan hakim dalam pengadilan. Majelis hakim, ujarnya, hanya melihat sosialisasi dan konsultasi publik dari segi formalitas saja. Sementara cacat prosedur dalam sosialisasi dan konsultasi tidak masuk ke dalam pertimbangan hakim.
Menurutnya hakim juga tidak mempertimbangkan adanya unsur paksaan terhadap masyarakat dalam proses penjualan lahan. Misalnya proses penjualan lahan melibatkan aparat TNI, Polri, dan preman. Akibatnya hak rasa aman dan hak atas pekerjaan serta hak kepemilikan lahan dan tanah masyarakat hilang. Padahal menurut Komnas HAM, hak tersebut wajib dilindungi dan dijamin negara.
"Hal substansial ini yang diabaikan hakim," ujar Judianto.
Hal terakhir yang luput dari pertimbangan hakim adalah permasalahan pembebasan tanah oleh negara yang sepatutnya didasarkan pada asas kepentingan umum. Nyatanya, kata Judianto, pembebasan tanah malah dilakukan pemerintah untuk proyek perusahaan swasta.
Sebelumnya, majelis hakim PTUN memutus gugatan administrasi yang diajukan warga Batang. Dalam putusannya majelis hakim menolak tuntutan warga atas SK Gubernur Jawa Tengah soal persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah sisa lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap.
Kasus ini bermula saat PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) yang bekerjasama dengan PLN berencana membangun PLTU di Batang Jawa Tengah. Sebagian besar areal izin lahan sudah dibebaskan. Tapi masih ada sebagian warga yang menolak tanahnya dibeli oleh BPI. Sejumlah cara telah dilakukan BPI untuk bisa membeli tanah warga. Tapi warga tetap tak mau menyerahkan hak milik mereka. Akhirnya melalui PLN dan pemerintah, tanah warga dipaksa dibebaskan melalui penerbitan SK Gubernur. Alasan pembebasan lahan dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan listrik demi kepentingan umum.
Laporan: Lilis Khalisotussurur