Isu Perkosaan Mereda, Pengungsi Rohingya Mulai Tenang

Pengungsi Rohingya di Aceh.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rahmad
VIVA.co.id
- Usai merebaknya isu pemerkosaan terhadap perempuan pengungsi asal Rohingya, kondisi di Blang Adoe, Aceh Utara, perlahan mulai kondusif. Para pengungsi yang sebelumnya sudah mengemasi barang dan mengancam pergi sudah kembali ke barak masing-masing.


“Saat ini kondisi shelter sudah kondusif dan aman," kata salah seorang relawan di barak pengungsi Rohingya, Zainal Bakri, di Blang Adoe, Aceh, kepada VIVA.co.id, Kamis 1 Oktober 2015.


Menurut Zainal, ada sekitar 20 polisi dan 10 Satpol PP berjaga di sana. Para pengungsi juga sudah beraktivitas seperti biasa.


Sebelumnya, enam pengungsi Rohingya di Desa Blang Ado, Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara dilaporkan mengalami pelecehan seksual. Empat di antaranya bahkan diperkosa oleh sejumlah orang tak dikenal, Senin malam, 28 September 2015.


Kabar ini pun membuat heboh rumah penampungan. Sehingga membuat ratusan pengungsi berusaha meninggalkan kamp pengungsian pada Selasa, 29 September 2015. Aksi pengungsi tersebut baru mereda setelah pihak UNHCR bernegosiasi dengan para pengungsi.

Tokoh Rohingya Sanjung Keramahan Warga Aceh Utara

Pemerintah Aceh Utara mengambil alih penanganan pengungsi Rohingya yang ditempatkan di kamp pengungsi Blang Adoe. Bupati setempat mengeluarkan Surat Keputusan (SK) baru terkait penanganan pengungsi.
Ratusan Warga Rohingya Lari dari Rumah Pengungsian


Alasan Pengungsi Rohingya Kabur dari Aceh
SK baru tersebut dikeluarkan setelah muncul banyak polemik penanganan para pengungsi. Selama berada di kamp pengungsian yang diberi nama Shelter, pengungsi terkesan hanya dikelola oleh organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Komite Nasional Solidaritas untuk Rohingya (KNSR).


“Dulu waktu Rohingya pindah dari BLK ke Shelter, seharusnya semua pihak terkait harus ikut pindah, tapi kenyataannya hanya ACT saja yang pindah. Makanya terkesan ACT yang menguasai sendirian,” ujar Mustafa Tiba, Ketua KNSR Aceh.


Mustafa juga membantah jika pihak ACT melarang organisasi lain masuk dan ikut berpartisipasi mengelola pengungsi. Barak tersebut dibangun oleh ACT dengan dana lebih dari Rp10 miliar di atas tanah Pemkab Aceh Utara seluas 5 hektare. (one)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya