Melongok Kerajaan Airlangga yang Hilang Ditelan Bumi
- VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id - Di Dusun Montor, Desa Pata’an, Kecamatan Sambeng, Lamongan, terdapat sebuah gundukan tanah yang berasal dari batu bata putih yang terletak di area persawahan warga.
Penelitian arkeolog dari Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur menyebutkan, posisi candi menghadap ke arah barat yang menunjukkan candi pendarmaan kepada orang-orang penting atau raja. Candi ini diduga dibangun pada zaman Airlangga di abad 11-12.
Menurut hasil-hasil penelitian para arkeolog sebagian besar prasasti Airlangga banyak ditemukan di sekitar Jombang dan Lamongan, membujur dari sekitar Ploso di tepian Sungai Brantas, Sambeng, Ngimbang, Modo, dan Babat sekitar Bengawan Solo.
“Berdasarkan prasasti tersebut, maka tidak heran jika banyak ahli sejarah yang menyimpulkan bahwa pusat kekuasaan Raja Airlangga diperkirakan berada di sekitar Ngimbang. Meski, ini juga masih ada pro kontra karena ada yang berpendapat di Daha, Kediri. Apalagi, situs kerajaan Airlangga lenyap tak berbekas,” kata budayawan Jawa Timur, Mus P.
Pada tahun 1016 M, Airlangga yang pada saat itu baru berumur 16 tahun mampu menyelamatkan diri dari pralaya, bersama seorang hambanya yang setia, Narottama. Airlangga menjalani kehidupan di hutan lereng gunung dan berkumpul dengan para pertapa dan pendeta.
Kehidupan Airlangga di hutan bersama dengan pertapa dan pendeta tampaknya banyak memberikan pelajaran dalam perjalanannya kemudian saat menjadi raja. Sejak itu, perjuangan Airlangga dimulai. Sebagai jelmaan Dewa Wisnu, Airlangga membangun tahta dari puing-puing kehancuran kerajaannya.
Setelah melewati masa persembunyian dengan kalangan pertapa, Airlangga didatangi oleh utusan para pendeta dari ketiga aliran (Siwa, Buddha, dan Mahabrahmana) yang menyampaikan permintaan supaya ia menjadi pemimpin di kerajaan yang istananya telah hancur tersebut.
Tahun 1019, Airlangga dengan direstui para pendeta dari ketiga Aliran (Siwa, Buddha, dan Mahabrahmana), berhasil naik tahta dengan bergelar Rake Halu Sri Lokeswara Dharmmawangsa Airlangga Anantawikrama Utunggadewa, dikukuhkan di Halu. Selanjutnya, Airlangga membuat arca perwujudan leluhurnya yang telah dicandikan di Isanabajra, penobatannya dikukuhkan pada sasalanchana abdi vadane (bulan lautan muka = 941 Saka/1019 M).
Periode awal pemerintahan Airlangga dipenuhi dengan peperangan dan penaklukan negara-negara bawahan yang pernah menjadi bagian dari pemerintahan kerajaan Dharmawangsa Teguh.
Periode antara tahun 951 Saka (1029 M) sampai dengan tahun 959 Saka (1037 M) adalah periode penaklukan yang dilakukan oleh Raja Airlangga terhadap musuh-musuhnya baik yang berada wilayah barat, timur, dan selatan.
Berita pada prasasti pucangan memberikan keterangan tentang penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Raja Airlangga atas musuh-musuhnya tersebut.