Eks Pengacara Akui Rusli Sibua Tahu Soal Uang Suap ke Akil
Senin, 14 September 2015 - 15:46 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id -
Bupati Morotai nonaktif, Rusli Sibua, disebut turut mengetahui adanya pemberian uang sebesar Rp3 miliar kepada Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, Akil Mochtar. Uang itu sebagai suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Morotai tahun 2011.
Hal itu terungkap dari keterangan mantan pengacara Rusli, Sahrin Hamid, saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Rusli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 14 September 2015. Sahrin yang ditunjuk oleh Rusli sebagai pengacara di MK, mengaku pernah berkomunikasi dengan Akil terkait hasil penghitungan suara Pilkada Morotai.
Baca Juga :
Bupati Morotai Dituntut Enam Tahun Penjara
"Dia (Rusli) pada saat komunikasi itu memang susah ditangkap secara verbal. Intinya bahwa saya menyarankan tidak perlu karena Muchlis menyampaikan sebelumnya pernah ada, tapi saya tidak tahu. Saya tidak tahu siapa yang
ngomong
dalam pertemuan itu, intinya kalau saya tidak salah muncul angka 3 (Rp3 miliar)," ungkap dia.
Hakim sempat menelisik mengenai perbedaan antara uang yang diminta Akil sebesar Rp6 miliar dengan yang disepakati sebesar Rp3 miliar. Namun Sahrin kemudian membantah bahwa telah terjadi negosiasi.
Usai pertemuan di Hotel Borobudur, Sahrin melaporkan pada Akil bahwa uang yang disanggupi hanya Rp3 miliar. Akil sempat meminta uang diserahkan di kantornya, namun ditolak Sahrin.
Uang akhirnya dikirim ke nomor rekening CV Ratu Samagat, perusahaan milik istri Akil, dengan ditulis untuk angkutan kelapa sawit. Pada putusannya, MK akhirnya mengabulkan gugatan Rusli dan menetapkannya sebagai pemenang Pilkada Kabupaten Morotai.
Diketahui, Rusli Sibua, didakwa menyuap Akil Mochtar selaku hakim Mahkamah Konstitusi sebesar Rp2,989 miliar. Rusli didakwa bersama-sama Sahrin Hamid memberikan uang dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada Akil.
"Uang tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, yang ditangani oleh Akil Mochtar," kata Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ahmad Burhanuddin, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2015.
Perbuatan Rusli itu diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Dia (Rusli) pada saat komunikasi itu memang susah ditangkap secara verbal. Intinya bahwa saya menyarankan tidak perlu karena Muchlis menyampaikan sebelumnya pernah ada, tapi saya tidak tahu. Saya tidak tahu siapa yang