Mendagri: Ada Dokter Gigi Jadi Camat

Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal dalam melakukan penataan sistem penyelengaraan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien serta taat kepada hukum.


Namun demikian, Tjahjo menyadari bahwa kendala yang dihadapi dalam melakukan penataan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah, masih adanya penyalahgunaan wewenang, seperti praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan masih lemahnya pengawasan di internal lingkungan Kemendagri.


"(Reformasi birokrasi) gunanya ya untuk bisa melayani masyarakat secara cepat, tepat dan profesional sesuai peraturan yang ada," kata Tjahjo di gedung Sasana Bhakti Praja Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara 7, Jakarta Pusat, Senin 14 September 2015.


Metode Perhitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah Jadi Sorotan
Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 81 Tahun 2010 tentang grand design
KPK Sebut Kasus Eks Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Tak Sama dengan Harun Masiku
reformasi birokrasi, dengan membangun pilot project pembangunan zona integrasi pada unit kerja eselon 1 di lingkungan Kemendagri.

KPK Usut Jual Beli Aset Milik Anggota DPR Anwar Sadad di Kasus Dana Hibah Jatim

"Pilot project ini berdasarkan Kepmendagri no 356/4789 tahun 2015. Poin pentingnya untuk pencanangan zona integritas ini, guna menyebarluaskan pelaksanaan zona integritas secara intensif kepada seluruh aparat sipil negara maupun kepada masyarakat luas," kata Tjahjo.

Tjahjo juga menegaskan, panjangnya proses birokrasi harus menjadi perhatian semua. Agar kasus korupsi memotong birokrasi dengan suap, yang pernah terjadi tak terulang kembali.


"Kami bertekad, mudah-mudahan kasus bupati sampang Fuad Amin bisa jadi yang terakhir, tapi nyatanya toh masih ada lagi. Makanya kami sepakat penandatanganan zona integritas di kemendagri ini tak hanya jadi ceremonial," ujar dia.


Selain itu Tjahjo juga menyayangkan bahwa 58 persen camat se-Indonesia tak memiliki latar belakang pemerintahan. Sehingga menurutnya wajar jika proses perencanaan penyelenggaraan pemerintahan yang baik tidak berjalan secara maksimal, lantaran aparatur negara tidak memahami persoalan administrasi dan tata kelola pemerintahan.


"Ada dokter gigi, insinyur teknik jadi camat, ya boleh saja. Asal dia tahu manajemen pemerintahan yang baik. Makanya kami bilang ke KPK, anggaran kami banyak digunakan untuk itu, guna melatih dan mendidik camat-camat tersebut," kata Tjahjo.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya