Salah Geledah, Jokowi Diminta Copot Jaksa Agung

KPK tangkap tangan oknum jaksa
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id - Penggeledahan yang dilakukan oleh Tim Penyidik Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung di PT Victoria Securities Indonesia (VSI) pada Rabu (12/8) pekan lalu, menuai masalah. Pihak PT Victoria malah mengadukan penyidik ke DPR dengan alasan penyidik telah salah geledah.

ICW Tak Heran Kejaksaan Agung Dapat Rapor Merah

Pagi ini, pimpinan DPR dan Komisi III DPR bahkan menjadwalkan bertemu dengan Jaksa Agung HM Prasetyo, meminta klarifikasi atas permasalahan tersebut.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR, Desmon Mahesa menyayangkan kejadian tersebut dan meminta Kejaksaan Agung mengevaluasi kinerja penyidiknya.

“Aneh, penyidik Kejaksaan bisa salah geledah. Jangan asal-asalan lah dalam mencari bukti kasus korupsi, sangat tidak profesional namanya,” ujar Desmon Mahesa saat dihubungi media pada Kamis, 20 Agustus 2015.

Desmond juga meminta agar Jaksa Agung melakukan klarifikasi atas tindakan salah geledah tersebut. Desmon bahkan merekomendasikan kepada Presiden Joko widodo agar HM Prasetyo dicopot sebagai Jaksa Agung.

"Jokowi dapat memasukkan Jaksa Agung dalam daftar reshuffle tahap dua. Copot saja lah kalau tidak becus kerja. Daripada investor kabur gara-gara tidak ada kepastian hukum," tandasnya.

Sependapat dengan itu, pengamat hukum ekonomi Universitas Indonesia Anwar Burhanuddin mengatakan, tindakan salah geledah menunjukkan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

"Presiden harus sadar akan kondisi saat ini. Persoalan ekonomi di Indonesia tidak bisa terselesaikan jika kondisi penegakan hukum saat ini masih tidak ada wibawanya," ujar Anwar saat dihubungi media pada Kamis, 20 Agustus 2015.

Anwar berpendapat desakan pencopotan Jaksa Agung HM Prasetyo dan Jampidsus Kejaksaan Agung lantaran tindakan salah geledah yang berdampak buruk bagi kondisi perekonomian. Bahkan tindakan itu berpotensi menimbulkan efek domino bagi perkembangan ekonomi di Indonesia.

"Investor semua takut berbisnis di Indonesia. Karena saat ini, sistem hukum tidak berpihak kepada keadilan. Institusi penegak hukum cenderung berpihak untuk orang berkuasa atau berduit, atau bekerja untuk kepentingan ekonomi tertentu," ucapnya.

Perkara itu bermula saat penyidik khusus Kejaksaan Agung menggeledah PT VSI pada 12 hingga 13 Agustus lalu. Saat itu, pihak perusahaan PT VSI dilarang menyaksikan penggeledahan yang merupakan rangkaian penyelidikan kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cessie) BPPN atas pembelian sebidang tanah di Karawang. Dalam penggeledahan,  penyidik menyita delapan unit CPU dan sejumlah dokumen elektronik. Sembari menggeledah, penyidik bahkan memeriksa dua petinggi perusahaan tersebut, yakni Direktur perusahaan berinisial Al dan salah satu komisarisnya Sz.

Polemik itu berawal saat sebuah perusahaan bernama PT Adistra Utama meminjam Rp469 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di lahan seluas 1.200 hektare di Karawang pada sekitar akhir tahun 1990.‎ Ketika  Indonesia mengalami krisis moneter 1998, pemerintah memasukkan BTN ke BPPN untuk diselamatkan. ‎Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang PT AU. PT VSI membeli aset itu dengan harga Rp26 miliar.

Seiring waktu, PT AU ingin menebus aset tersebut dengan nilai Rp 26 miliar. Tapi, PT VSI menyodorkan nilai Rp 2,1 triliun atas aset itu. Tahun 2012, PT AU kemudian melaporkan PT VISC ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalan penentuan nilai aset itu. Saat ini, kasus itu diambil alih Kejaksaan Agung.