Mendikbud Didesak Hapus MOS
- Kemendikbud
VIVA.co.id - Masa Orientasi Siswa (MOS) atau yang saat ini juga dikenal dengan istilah Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) terus memakan korban. Belum lama ini, seorang siswa SMP Flora Pondok Ungu Bekasi, Evan Christoper Situmorang, meninggal karena diduga keletihan akibat mengikuti MOS di sekolahnya.
Kejadian ini memancing reaksi dari Lucky Hakim, anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional yang duduk di Komisi X, yang membidangi persoalan pendidikan. Lucky menilai maraknya prosesi MOS yang berujung maut menandakan bahwa adanya kesalahan dalam implementasi MOS di lembaga pendidikan.
"Setiap tahun ajaran Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dimulai, hampir setiap tahunnya ada peserta didik yang meninggal. Baik dari yang diakibatkan karena keletihan bahkan hingga penyiksaan," kata anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Bekasi-Kota Depok ini dalam siaran persnya kepada VIVA.co.id, Minggu, 16 Agustus 2015.
Menurut Lucky, jika tujuannya hanya pada aspek perkenalan sekolah, seharusnya bisa dengan cara lain. Tidak mesti dengan sistem MOS yang begitu mahalnya karena dibayar dengan nyawa.
"Jika setiap tahun MOS selalu saja memakan korban, saya dan rekan-rekan dari Fraksi PAN di DPR RI akan mendorong dan merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera menghapus MOS melalui wewenang Kemendikbud," ujar dia.
Lucky dan seluruh anggota legislatif di Komisi X akan mendorong dan meminta kepada pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menghapus sistem MOS di lembaga pendidikan manapun. Dia mencatat, sistem MOS di Indonesia merupakan warisan dari pemerintah kolonial Belanda.
Awalnya, sistem tersebut dibuat untuk membedakan antara mahasiswa kalangan kolonial dengan pribumi. Mahasiswa baru yang berasal dari kalangan pribumi disambut dengan sistem militer.
"Tapi lucunya, di Belanda sendiri sudah tidak ada sistem seperti MOS ini sejak 1965. Di Indonesia malah justru semakin marak dan melahirkan tumbal setiap tahunnya," ujar Lucky.
Lucky mengatakan, pelaksanaan MOS/MOPD sebenarnya sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 55 Tahun 2014 Tentang Masa Orientasi Peserta Didik Baru di Sekolah. Namun, kata dia, pada implementasinya selalu saja ada korban yang kehilangan nyawa.
Oleh karena itu, pelaku tindak kekerasan pada pelaksanaan MOS/MOPD wajib ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Baik kekerasan verbal maupun kekerasan fisik yang dilakukan saat MOS/MOPD yang berpotensi besar menyebabkan adanya korban jiwa harus ditindak tegas.
"Bahkan jika memang sesuai hukum harus sanksi pidana, ya harus dipidanakan. Sebab ini soal nyawa orang lain, dan tidak boleh main-main," kata pria kelahiran Cilacap ini.