Di Balik Kandasnya Yayasan Soeharto Tarik Aset Rp107 Miliar
Jumat, 14 Agustus 2015 - 06:11 WIB
Sumber :
- Soeharto dan putra-putrinya
VIVA.co.id
- Mahkamah Agung telah menjatuhkan putusan final kepada Yayasan Supersemar terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa yayasan yang dibentuk Presiden RI kedua Soeharto berdasarkan akta notaris tahun 1974.
MA menyatakan Yayasan Supersemar terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan memberikan pinjaman dan penyertaan modal dana yayasan ke berbagai perusahaan. Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Yayasan Supersemar diminta membayar ganti rugi sebesar US$315 juta dan Rp139,2 miliar kepada Pemerintah Indonesia, atau seluruhnya mencapai Rp4,389 triliun (dengan kurs 1 dolar AS sebesar Rp13.500).
Terlepas dari kewajiban membayar ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia, Yayasan Supersemar ini sebenarnya dibentuk untuk mengumpulkan donasi yang akan disalurkan untuk beasiswa pendidikan pelajar dan mahasiswa yang kurang mampu.
Dana Yayasan Supersemar ini bersumber dari Badan Usaha Milik Negara, sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1976 yang menyatakan agar BUMN menyisihkan lima persen dari laba bersih untuk Yayasan Supersemar.
Sejak didirikan pada 1974 hingga saat ini, Yayasan Supersemar sudah memberikan beasiswa pendidikan kepada jutaan penerima beasiswa. Sejak berdiri hingga Soeharto lengser, Yayasan Supersemar mampu menghimpun dana sebesar US$420 juta dan Rp185 miliar.
Dalam perjalanannya, yayasan ini sempat meminjamkan dana untuk penyertaan modal kepada beberapa perusahaan, salah satunya kepada Bank Duta Tbk, yang belakangan bank tersebut dimerger dengan 8 bank lainnya menjadi Bank Danamon Tbk pada 27 Maret 2000.
Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung Nomor 1937 K/Pdt/2012, yang dikutip dari laman mahkamahagung.go.id, Kamis, 13 Agustus 2015, dana Yayasan Supersemar yang mengalir ke Bank Duta Tbk, sebesar Rp107.020.000.000,00 (seratus tujuh miliar dua puluh juta rupiah). Pinjaman tersebut tertuang dalam Surat Perjanjian Pinjaman Subordinasi tertanggal 5 Juni 1997.
Dalam perkara tersebut, Yayasan Supersemar bersama-sama dengan Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab) dan Yayasan Dharmais mengajukan gugatan ke PT Bank Duta (sekarang bernama Bank Danamon) untuk mengembalikan dana Yayasan Supersemar sebesar Rp107 miliar.
Sedangkan Yayasan Dakab meminta Bank Duta mengembalikan dana sebesar Rp5,3 miliar dan Yayasan Dharmais sebesar Rp 12 miliar. Adapun jumlah nilai pinjaman yang harus dikembalikan Bank Duta kepada tiga yayasan tersebut seluruhnya berjumlah Rp124.320.000.000,00 (Rp124,32 miliar).
Jumlah tersebut masih ditambah dengan bunga, dan kerugian immateril atas sebesar Rp150 miliar.
Kandas
Gugatan ketiga yayasan Soeharto itu pertama kali dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan pada 28 Januari 2010. Pengadilan tingkat pertama itu menolak gugatan yang diajukan ketiga yayasan tersebut.
Pengacara senior OC Kaligis yang diberi kuasa atas ketiga yayasan ini pun mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengadili di tingkat banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan tetap menolak gugatan tersebut pada November 2011.
Kubu Cendana akhirnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian pada Senin tanggal 14 Januari 2013, Ketua Majelis, Soltoni Mohdally berdasarkan rapat permusyawaratan Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan ketiga penggugat.
"Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. Yayasan Beasiswa Supersemar, 2. Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Yayasan Dakab), 3. Yayasan Dharmais tersebut," ungkap majelis hakim.
Gugatan tersebut kandas, lantaran Majelis MA menilai gugatan tersebut diajukan secara bersama-sama. Padahal, menurut MA, masing-masing yayasan memiliki perjanjian yang berbeda, sehingga tidak ada hubungan satu dengan yang lain.
Seharusnya kata majelis, para penggugat masing-masing mengajukan gugatan secara terpisah, dan tidak menggabungkan gugatan dalam satu gugatan.
Baca Juga :
Hakim Harus Menjunjung Integritas
Terlepas dari kewajiban membayar ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia, Yayasan Supersemar ini sebenarnya dibentuk untuk mengumpulkan donasi yang akan disalurkan untuk beasiswa pendidikan pelajar dan mahasiswa yang kurang mampu.
Dana Yayasan Supersemar ini bersumber dari Badan Usaha Milik Negara, sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1976 yang menyatakan agar BUMN menyisihkan lima persen dari laba bersih untuk Yayasan Supersemar.
Sejak didirikan pada 1974 hingga saat ini, Yayasan Supersemar sudah memberikan beasiswa pendidikan kepada jutaan penerima beasiswa. Sejak berdiri hingga Soeharto lengser, Yayasan Supersemar mampu menghimpun dana sebesar US$420 juta dan Rp185 miliar.
Dalam perjalanannya, yayasan ini sempat meminjamkan dana untuk penyertaan modal kepada beberapa perusahaan, salah satunya kepada Bank Duta Tbk, yang belakangan bank tersebut dimerger dengan 8 bank lainnya menjadi Bank Danamon Tbk pada 27 Maret 2000.
Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung Nomor 1937 K/Pdt/2012, yang dikutip dari laman mahkamahagung.go.id, Kamis, 13 Agustus 2015, dana Yayasan Supersemar yang mengalir ke Bank Duta Tbk, sebesar Rp107.020.000.000,00 (seratus tujuh miliar dua puluh juta rupiah). Pinjaman tersebut tertuang dalam Surat Perjanjian Pinjaman Subordinasi tertanggal 5 Juni 1997.
Dalam perkara tersebut, Yayasan Supersemar bersama-sama dengan Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab) dan Yayasan Dharmais mengajukan gugatan ke PT Bank Duta (sekarang bernama Bank Danamon) untuk mengembalikan dana Yayasan Supersemar sebesar Rp107 miliar.
Sedangkan Yayasan Dakab meminta Bank Duta mengembalikan dana sebesar Rp5,3 miliar dan Yayasan Dharmais sebesar Rp 12 miliar. Adapun jumlah nilai pinjaman yang harus dikembalikan Bank Duta kepada tiga yayasan tersebut seluruhnya berjumlah Rp124.320.000.000,00 (Rp124,32 miliar).
Jumlah tersebut masih ditambah dengan bunga, dan kerugian immateril atas sebesar Rp150 miliar.
Kandas
Gugatan ketiga yayasan Soeharto itu pertama kali dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan pada 28 Januari 2010. Pengadilan tingkat pertama itu menolak gugatan yang diajukan ketiga yayasan tersebut.
Pengacara senior OC Kaligis yang diberi kuasa atas ketiga yayasan ini pun mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengadili di tingkat banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan tetap menolak gugatan tersebut pada November 2011.
Kubu Cendana akhirnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian pada Senin tanggal 14 Januari 2013, Ketua Majelis, Soltoni Mohdally berdasarkan rapat permusyawaratan Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan ketiga penggugat.
"Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. Yayasan Beasiswa Supersemar, 2. Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Yayasan Dakab), 3. Yayasan Dharmais tersebut," ungkap majelis hakim.
Gugatan tersebut kandas, lantaran Majelis MA menilai gugatan tersebut diajukan secara bersama-sama. Padahal, menurut MA, masing-masing yayasan memiliki perjanjian yang berbeda, sehingga tidak ada hubungan satu dengan yang lain.
Seharusnya kata majelis, para penggugat masing-masing mengajukan gugatan secara terpisah, dan tidak menggabungkan gugatan dalam satu gugatan.
Baca Juga :
KPK Dukung MA Lakukan Lelang Jabatan Sekretaris
Nurhadi Abdurrachman mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
VIVA.co.id
3 Agustus 2016
Baca Juga :