Pilkada di Empat Daerah Ditunda, Partai Disalahkan

Contoh surat suara (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di empat daerah akhirnya ditunda hingga 2017. Pasalnya, hanya ada satu pasang calon yang akan mengikuti Pilkada di wilayah tersebut.

Empat daerah itu ialah Kabupaten Blitar di Jawa Timur, Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur. Satu kota dan tiga kabupaten itu seharusnya menyelenggarakan Pilkada secara serentak bersama 265 daerah lain pada 9 Desember 2015.

Penundaan Pilkada di empat daerah itu berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mensyaratkan, Pilkada diikuti paling sedikit dua pasang calon. KPU dua kali membuka masa pendaftaran, yakni pada 26-28 Juli 2015 dan 9-11 Agustus 2015. Namun, tak ada tambahan calon di empat daerah itu.

KPU juga membuka pendaftaran bagi calon perseorangan atau calon independen atau nonpartai politik, yaitu pada 11-15 Juni 2015. Sayangnya, tak ada calon nonpartai politik yang mendaftar sampai masa pendaftaran ditutup.

KPU mengaku tak mengetahui pasti penyebab sejumlah partai politik (parpol) tak mengusung calon di empat daerah yang akhirnya ditunda. Mencalonkan atau tidak memang menjadi hak parpol dan KPU tak berhak memaksa berpartisipasi atau sebaliknya.

"Sangat disayangkan partai politik tidak menggunakan haknya untuk mengusung calon. Kita juga tidak tahu alasan mereka tidak mengusung calon," kata Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay di kantornya, Jakarta, Rabu, 12 Agustus 2015.

Biang keladi

Sebagian kalangan menuding, Parpol sebagai biang keladi penundaan Pilkada di empat daerah itu. Soalnya, jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di masing-masing daerah itu sesungguhnya masih mencukupi untuk mengajukan calon. Artinya, gabungan atau koalisi beberapa Parpol masih bisa mengusung satu atau maksimum dua pasang calon lagi.

Syarat dukungan minimum itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Disebutkan bahwa parpol atau gabungan Parpol dapat mengajukan kandidat jika mempunyai minimum 25 persen kursi DPRD atau memperoleh minimal 25 persen suara dalam pemilu DPRD.

KPU belakangan merilis jumlah dan komposisi kursi DPRD empat daerah yang ditunda itu. Sebagian persentase kursi telah terpakai untuk sepasang calon dan masih tersisa sekian persen yang tak digunakan.

Kabupaten Blitar

DPRD Kabupaten Blitar sebanyak 50 kursi, sehingga hitungan syarat minimum pengusung calon dari Parpol adalah 10 kursi. Koalisi PDIP dan Gerindra dengan total 19 kursi telah mendaftarkan pasangan M Riyanto-Urip Widodo.

Tersisa 31 kursi yang belum terpakai. Di antaranya, sembilan kursi PKB, tujuh kursi PAN, empat kursi Partai Golkar, empat kursi Partai Demokrat, tiga kursi PKS, tiga kursi Partai Nasdem, dan satu kursi PPP.

Kota Mataram

DPRD Kota Mataram sebanyak 40 kursi. Sebanyak 15 kursi telah dipakai koalisi PDIP (lima kursi), Partai Demokrat (empat kursi), dan Partai Gerindra (enam kursi) untuk mengusung pasangan Ahyar Abduh dan Mohan Roliskana.

Masih tersisa 25 kursi yang tak terpakai. Padahal parpol atau gabungan parpol hanya memerlukan sedikitnya delapan kursi untuk mengusung calon. Seluruh sisa kursi itu dimiliki, antara lain, sembilan kursi Partai Golkar, lima kursi PPP, tiga kursi PKS, dua kursi Partai Hanura, dua kursi Partai NasDem, satu kursi PKB, dua kursi PKPI, dan satu kursi PAN.

Kabupaten Tasikmalaya

DPRD Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 50 kursi. Hanya butuh sedikitnya sepuluh kursi sebagai syarat untuk mengusung sepasang calon di kabupaten itu. Namun, sebanyak 21 kursi telah digunakan koalisi PDIP, Partai Golkar, PAN, dan PKS untuk mendaftarkan pasangan petahana Uu Ruzhanul Ulum dan Ade Sugianto.

Masih tersisa 29 kursi yang belum terpakai dan masih bisa mengajukan pasangan calon. Seluruh kursi dimiliki, antara lain, empat kursi Partai Demokrat, sepuluh kursi PPP, empat kursi Partai Hanura, dan enam kursi untuk gabungan PKB, Partai NasDem, dan PBB. Tapi partai-partai itu tak mengajukan calon sampai pendaftaran ditutup.

Kabupaten Timor Tengah Utara

DPRD Kabupaten Timor Tengah Utara terdiri dari 30 kursi. Cukup enam kursi saja sebagai syarat minimum dukungan Parpol untuk mengusung pasangan calon. Satu-satunya pasangan calon yang mendaftar adalah Raymond Sau Fernandes dan Aloysius Kobes. Mereka dicalonkan satu partai, yakni PDIP, yang memiliki delapan kursi.

Masih ada 22 kursi yang belum terpakai dan terbagi di sembilan Parpol di kabupaten itu yang tidak mengajukan pasangan calon. Di antaranya, empat kursi Partai Golkar, satu kursi Partai Hanura, tiga kursi PKB, satu kursi PKS, tiga kursi Partai Gerindra, tiga kursi Partai NasDem, dua kursi PKPI, dua kursi Partai Demokrat, dan tiga kursi PAN.

Diusulkan dihapus

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, sempat mengusulkan atau mewacanakan menghapus aturan syarat minimum dukungan Parpol dalam Pilkada. Dia berpendapat, syarat itu terlalu berat sehingga sebaiknya dihapus saja. Menurut dia, tak banyak Parpol yang memiliki paling sedikit 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara dalam pemilu DPRD.

Karena itu, Parpol harus bergabung atau berkoalisi untuk memenuhi syarat. Masalah lain menyusul adalah ternyata tak mudah membangun koalisi untuk sampai memenuhi syarat pencalonan.

"Munculnya calon hanya sepasang tersebut, hemat saya, disebabkan adanya keharusan partai bergabung untuk peroleh 20 persen kursi DPRD untuk mengajukan calon," kata Yusril.
Tak Lagi Jadi Menteri, Jonan Belum Berpikir Masuk Parpol

"Negosiasi pasangan calon dengan partai-partai, atau antara satu partai dengan partai lain, amatlah sulit karena banyak faktor," ujarnya menambahkan.
Ahok Maju Lewat Parpol, Bagaimana Nasib 1 Juta KTP?

Dia mengusulkan syarat 20 persen itu dihapus sehingga semua parpol yang punya kursi di DPRD bisa mengajukan pasangan calon.
Tiga Parpol Ini Terbanyak Sewa Aset DKI

"Tidak jelas apa reasoning (alasan) angka 20 persen kursi ini. Sebaiknya tiap partai yang punya kursi di DPRD berhak ajukan pasangan calon dalam Pilkada. Nanti biar rakyat yang memilih."

(mus)
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Mendagri Tolak Jadi Ketua Pansel KPU

Alasannya agar nantinya pansel lebih bisa diterima masyarakat.

img_title
VIVA.co.id
9 Agustus 2016