Keluarga Cendana 'Lolos' dari Skandal Beasiswa Supersemar?
- Soeharto dan putra-putrinya
VIVA.co.id - Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Suhadi menegaskan, berdasarkan putusan yang telah dikeluarkan lembaganya, dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar dengan tergugat mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Beasiswa Supersemar, pihak yang diwajibkan , hanyalah pihak tergugat 2 saja.
"Di putusan yang dikeluarkan MA, pihak yang terhukum adalah pihak tergugat 2, yaitu Yayasan Beasiswa Supersemar," ujar Suhadi saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh VIVA.co.id.
Suhadi mengatakan MA tidak berada dalam ruang lingkup memutuskan pihak mana yang harus membayar ganti rugi. MA hanya mengabulkan permohonan Pengajuan Kembali (PK) yang dilakukan Kejaksaan Agung atas kesalahan ketik nominal ganti rugi yang menyebabkan putusan di tingkat kasasi tak dapat dieksekusi.
Pertimbangan hukum yang menyebabkan pengenaan kewajiban ganti rugi hanya dibebankan kepada pihak tergugat 2, telah ditetapkan sejak perkara masih ada di tingkat pengadilan pertama, yakni Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada saar kasus itu pertama kali bermula di tahun 2007.
"Sejak di pengadilan tingkat pertama, hanya tergugat 2 yang dikenai hukuman ganti rugi atau denda," ujar Suhadi.
Seperti diketahui, kasus penyelewengan dana Beasiswa Supersemar bermula ketika Kejaksaan Agung pada tahun 2007 mencium adanya potensi tindakan penyelewengan karena dana Beasiswa Supersemar, diberikan kepada beberapa perusahaan, yaitu PT Bank Duta sebesar US$ 420 juta, PT Sempati Air sebesar Rp13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti sebesar Rp150 miliar.
Pengalihan dana Yayasan ke pihak lain dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 yang mengatur setiap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan sebesar 5 persen laba bersihnya ke Yayasan Supersemar.
Putusan MA bernomor 140PK/PDT/2015, mengoreksi kesalahan ketik yang sebelumnya terdapat pada putusan kasasi. Dengan putusan itu, pihak tergugat 2 dari pihak yang kalah, harus membayar ganti rugi sebesar US$13,5 juta dan Rp139,2 miliar. Ganti rugi itu, bila diakumulasikan dengan perhitungan kurs rupiah sebesar Rp13.500 per dolar, mencapai Rp4,389 triliun.