BPJS Kesehatan Haram, Ini Penjelasan MUI
Kamis, 30 Juli 2015 - 02:41 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
- Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tak sesuai dengan prinsip syariah. Sehingga, MUI mendorong pemerintah melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah serta menerapkan pelayanan prima.
Keputusan MUI itu disampaikan dalam sidang pleno Ijtima Ulama ke-5 Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tahun 2015 di Pesantren at-Tauhidiyah pada 7-10 Juni 2015 lalu.
"Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad di antara para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung unsur gharar (penipuan), maisir (perjudian), dan riba," demikian tulis MUI dalam laman resminya.
Menurut MUI, program transaksional yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam. Hal tersebut, berdasarkan perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah, dengan merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI dan beberapa literatur seperti Alquran-Hadis.
Baca Juga :
Awal Februari, MUI Keluarkan Fatwa Soal Gafatar
Keputusan MUI itu disampaikan dalam sidang pleno Ijtima Ulama ke-5 Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tahun 2015 di Pesantren at-Tauhidiyah pada 7-10 Juni 2015 lalu.
"Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad di antara para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung unsur gharar (penipuan), maisir (perjudian), dan riba," demikian tulis MUI dalam laman resminya.
Menurut MUI, program transaksional yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam. Hal tersebut, berdasarkan perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah, dengan merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI dan beberapa literatur seperti Alquran-Hadis.
"Terlebih lagi, jika dilihat dari hubungan hukum, atau akad antarpara pihak," papar MUI.
Komisi Pengkajian dan Penelitian Fatwa MUI, Cholil Nafis menilai konsep BPJS sebenarnya merujuk pola asuransi konvensional atau
mu'awadhah
(tukar menukar), dimana peserta diwajibkan membayar iuran, setelah membayar, peserta mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan sesuai dengan premi yang telah dibayarkan.
Faktanya, kontrak pelaksanaan BPJS Kesehatan saat ini justru menggunakan sistem subsidi silang, di mana peserta yang mampu membantu peserta yang tidak mampu atau gotong royong. Sayangnya, tidak ada akad kontrak yang jelas terkait pelaksanaan subsidi silang oleh BPJS Kesehatan.
Jika faktanya demikian, Cholil menjelaskan, seharusnya BPJS Kesehatan menerapkan kontrak
tabarru'
, atau pemindahan hak peserta kepada peserta lain tanpa mendapat keuntungan, atau imbalan, seperti halnya berderma, sumbangan atau wakaf.
Dengan pola
tabarru'
ini, lanjut dia, nampaknya sesuai dengan konsep tolong menolong yang dimaksud BPJS Kesehatan.
"Nah, BPJS yang ada sekarang (akad) apa yang dipakai? Jadi, di sinilah ketidakjelasan itu, karena tidak sesuai dengan fakta. BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah," terang Cholil.
Di samping itu, MUI juga menyoroti denda administratif sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang tertunggak akibat keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta pekerja penerima upah maupun peserta bukan penerima upah.
"Apakah denda administratif sebesar dua persen per bulan dari total iuran
yang dikenakan kepada peserta akibat terlambat membayar iuran tidak
bertentangan dengan prinsip syriah?" tanya MUI.
Pada intinya, sistem jaminan sosial berpedoman pada asas tolong-menolong, individunya saling menjamin satu sama lain, dan wilayahnya merasakan kecintaan, persaudaraan, serta itsar (mendahulukan kepentingan orang lain), maka hal tersebut membentuk masyarakat yang kokoh, kuat, dan tidak terpengaruh oleh goncangan-goncangan yang terjadi.
Dengan demikian, wajib bagi setiap individu umat Islam untuk memenuhi batas minimal kebutuhan hidup seperti sandang pangan, papan, pendidikan, sarana kesehatan, dan pengobatan.
Jika hal-hal pokok ini tidak terpenuhi, bisa saja menyebabkannya melakukan tindakan-tindakan kriminal, bunuh diri, dan terjerumus pada perkara-perkara
yang hina dan rusak. "Pada akhirnya, runtuhlah bangunan sosial di masyarakat."
Atas dasar itu, MUI merekomendasikan pemerintah agar membuat standar minimum, atau taraf hidup layak dalam kerangka Jaminan Kesehatan yang berlaku bagi setiap penduduk negeri sebagai wujud pelayanan publik sebagai modal dasar bagi terciptanya suasana kondusif di masyarakat tanpa melihat latar belakangnya.
"Agar pemerintah membentuk aturan, sistem, dan memformat modus operandi
BPJS Kesehatan, agar sesuai dengan prinsip syariah," terang MUI. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Terlebih lagi, jika dilihat dari hubungan hukum, atau akad antarpara pihak," papar MUI.