Denny Jelaskan Selisih Biaya Pengurusan Paspor Elektronik
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
Menurut kuasa hukum, Heru Widodo, pemeriksaan kali ini untuk melengkapi foto dan sidik jari, serta untuk mengajukan saksi ahli yang meringankan Denny.
"Tapi dijadwal ulang pada Jumat. Selanjutnya kita tunggu proses berikutnya setelah penyidik meminta keterangan ahli yang kami ajukan," kata Heru usai di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 29 Juli 2015.
Heru berharap, keterangan saksi ahli bisa menjadi masukan yang lebih objektif kepada penyidik. Ia masih berharap bahwa perkara ini bisa dihentikan.
"Kami harap dari keterangan ahli, penyidik dapat masukan yang lebih komprehensif, yang lebih obyektif. Jadi kami harap perkara ini bisa dihentikan. Ahli dari guru besar hukum pidana fakultas hukum UGM," ujar Heru.
Sementara itu, Denny sendiri masih konsisten menyampaikan pendiriannya kepada penyidik dan media. Ia kembali menyebut-nyebut keunggulan dari program pembayaran online tersebut.
"Jadi selama saya jadi wakil menteri, konsentrasi kerja bersama Menteri Amir adalah perbaikan pelayanan publik. Misal berantas calo dan pungli. Tidak hanya buat paspor sebenarnya," terang Denny.
Menurut Denny, pembayaran melalui online penting karena bisa menghilangkan penggunaan calo. Mengenai adanya biaya sebesar Rp5 ribu, menurutnya adalah hal teknis dan bisa dijelaskan oleh para ahli.
"Disebut ada biaya Rp5.000. Waktu kami konsultasikan dengan PT KAI, mereka juga ada biaya Rp7.500. Beli pulsa PLN, pulsa yang masuk dipotong dengan biaya. Jadi kalau biaya itu yang disoal, saya sih bukan ahlinya, tapi para ahli yang sempat sampaikan, biaya perbankan tuh ada. Itu teknis lah," ujar Denny.
Sebelumnya, mantan Kabagpenum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto, mengatakan dalam kasus dugaan korupsi Payment Gateway ini, penyidik fokus pada selisih antara nilai yang seharusnya dan nilai tambahan dari pengurusan paspor.
Menurutnya, nilainya sedang di dalami, tetapi akumulasi dari pengurusan paspor itu sekitar Rp32 miliar.
"Ini bukan nilai kerugiannya, tetapi akumulasi dari pembuatan paspor itu. Nilai kerugiannya sedang dihitung," kata Rikwanto.
Rentang kejadiannya, kata Rikwanto, antara Juli-Oktober 2014. Menurutnya, ada kelebihan yang dipungut. Harusnya, uangnya ditaruh di bank penampung, tetapi mampir dulu ke dua vendor.
"Sementara diperiksa sebagai saksi saja, kita belum menduga-duga siapa yang mengambil keuntungan. Kalau memeriksa kasus begini. harus kuat dulu buktinya," ujar Rikwanto.