AJI: Kebebasan Mendapatkan Informasi dalam Ancaman
Selasa, 14 Juli 2015 - 18:11 WIB
Sumber :
- istock
VIVA.co.id
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai kebebasan berpendapat dan kebebasan mendapatkan informasi saat ini dalam ancaman serius. Hal ini dilihat dari beberapa orang yang tengah menghadapi tuntutan pidana karena pernyataannya.
Pada keterangan resmi yang diterima
VIVA.co.id,
Selasa, 14 Juli 2015, AJI menyatakan bangsa Indonesia akan kembali terjerumus ke masa kegelapan, bila setiap sikap kritis dikriminalisasi.
Saat ini beberapa orang dan sejumlah pejabat negara yang menyampaikan informasi bagi publik, dengan cepat menjadi tersangka karena menyampaikan kritik, yang dianggap melakukan pencemaran nama baik.
“Orang akan takut berpendapat. Kebijakan pejabat yang tidak tepat, tidak adil, dibiarkan. Karena jika dikritik, mereka akan menggunakan hukum untuk membungkam,” kata Ketua Umum AJI, Suwarjono.
Suwarjono mencontohkan dua kasus terbaru yakni, penetapan tersangka terhadap dua komisioner Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan Taufiqurahman Sauri. Keduanya ditetapkan tersangka kasus pencemaran nama baik terhadap hakim Sarpin Rizaldi.
Sarpin Rizaldi adalah hakim tunggal dalam sidang praperadilan yang memenangkan gugatan Komjen Budi Gunawan atas penetapan status tersangka bekas calon Kapolri itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kriminalisasi terhadap dua pejabat KY, itu menurut AJI telah membungkam hak publik untuk mendapatkan informasi, sebuah hak yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945.
Kasus berikutnya adalah yang melibatkan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho dan Adnan Topan Husodo, serta mantan penasihat KPK Said Zainal Abidin, yang dilaporkan kandidat pansel KPK Romli Atmasasmita.
Selain itu masih banyak daftar panjang orang-orang yang telah dikriminalisasi dengan menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebagian kasus masih bergulir sampai sekarang.
Suwarjono menegaskan, fakta-fakta itu memperlihatkan kemunduran demokrasi di Indonesia. Bahkan bisa menjadi lebih buruk dari masa Orde Baru, karena saat ini kriminalisasi yang didukung hukum. (ase)
Baca Juga :
Tips Berani Mengeluarkan Pendapat di Depan Umum
Saat ini beberapa orang dan sejumlah pejabat negara yang menyampaikan informasi bagi publik, dengan cepat menjadi tersangka karena menyampaikan kritik, yang dianggap melakukan pencemaran nama baik.
“Orang akan takut berpendapat. Kebijakan pejabat yang tidak tepat, tidak adil, dibiarkan. Karena jika dikritik, mereka akan menggunakan hukum untuk membungkam,” kata Ketua Umum AJI, Suwarjono.
Suwarjono mencontohkan dua kasus terbaru yakni, penetapan tersangka terhadap dua komisioner Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan Taufiqurahman Sauri. Keduanya ditetapkan tersangka kasus pencemaran nama baik terhadap hakim Sarpin Rizaldi.
Sarpin Rizaldi adalah hakim tunggal dalam sidang praperadilan yang memenangkan gugatan Komjen Budi Gunawan atas penetapan status tersangka bekas calon Kapolri itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kriminalisasi terhadap dua pejabat KY, itu menurut AJI telah membungkam hak publik untuk mendapatkan informasi, sebuah hak yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945.
Kasus berikutnya adalah yang melibatkan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho dan Adnan Topan Husodo, serta mantan penasihat KPK Said Zainal Abidin, yang dilaporkan kandidat pansel KPK Romli Atmasasmita.
Selain itu masih banyak daftar panjang orang-orang yang telah dikriminalisasi dengan menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebagian kasus masih bergulir sampai sekarang.
Suwarjono menegaskan, fakta-fakta itu memperlihatkan kemunduran demokrasi di Indonesia. Bahkan bisa menjadi lebih buruk dari masa Orde Baru, karena saat ini kriminalisasi yang didukung hukum. (ase)
Baca Juga :
Kepala Lembaga Sandi Negara Jamin Komunikasi Presiden Aman
Dia mengimbau agar menghindari penggunaan aplikasi asing.
VIVA.co.id
8 Januari 2016
Baca Juga :