Istana Berkilah Terlalu Sering Merevisi Peraturan
Senin, 6 Juli 2015 - 16:38 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Istana Kepresidenan tak mau disalahkan akibat banyak peraturan direvisi meski baru diterapkan. Misalnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang tata cara pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang belum sepekan diberlakukan, sudah akan direvisi.
Sebagian kalangan mengkritik hal itu menunjukkan manajemen pemerintahan tidak beres. Namun Anggota Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, menolak penilaian bahwa pemerintahan tidak beres. Dalam hal Peraturan Pemerintah tentang JHT, Presiden meminta Menteri Tenaga Kerja merevisinya sebagai bagian dari akomodasi atas tuntutan buruh/pekerja, bukan kesalahan administrasi.
Baca Juga :
Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat
Baca Juga :
Jokowi: Indonesia Bangga Raih Perak Pertama
Sebagian kalangan mengkritik hal itu menunjukkan manajemen pemerintahan tidak beres. Namun Anggota Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, menolak penilaian bahwa pemerintahan tidak beres. Dalam hal Peraturan Pemerintah tentang JHT, Presiden meminta Menteri Tenaga Kerja merevisinya sebagai bagian dari akomodasi atas tuntutan buruh/pekerja, bukan kesalahan administrasi.
Menurut Teten, pada dasarnya peraturan itu baik dan sesuai Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Ada poin atau ihwal yang menjadi keberatan buruh, terutama mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga memang perlu direvisi.
"Jangan dipelintir-pelintir (pembiasan makna). Ini bagus, kalau konsekuen dijalankan dengan undang-undang. Tapi buruhnya tidak mau, terutama yang di-PHK, sehingga Presiden memerintahkan direvisi," kata Teten kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Senin, 6 Juli 2015.
Dia menjelaskan, Peraturan Pemerintah yang diteken Presiden yang akhirnya direvisi itu tidak ada yang beda dengan Undang-Undang. Maka tak ada pelanggaran hukum atau konstitusi.
"Jadi menurut saya bukan kesalahan, yang di dalam implementasinya buruhnya enggak mau menjalankan undang-undang itu," katanya.
Peraturan Pemerintah tentang JHT dan Undang-undang SJSN, kata Teten, sudah selaras dan tak ada tumpang-tindih. Hanya beberapa hal yang dianggap tidak adil bagi buruh/pekerja, terutama yang menyangkut batas minimum dana JHT yang bisa diambil yang direvisi.
Peraturan pemerintah yang direvisi bukan sekali ini saja. Sebelumnya pemerintah membatalkan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.
Ada juga Peraturan Presiden Nomor 165 tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja yang dicabut.
Peraturan Presiden Nomor 190 tahun 2014 tentang Unit Staf Kepresidenan yang diterbitkan pada 31 Desember 2014, direvisi hanya dalam kurun waktu dua bulan.
Presiden lantas menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2015, yang diterbitkan pada 24 Februari 2015. Unit Kepresidenan menjadi Kantor Staf Presiden dengan sejumlah kewenangan yang diperluas.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Menurut Teten, pada dasarnya peraturan itu baik dan sesuai Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Ada poin atau ihwal yang menjadi keberatan buruh, terutama mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga memang perlu direvisi.