Syafi'i Ma'arif: Perlu Lembaga Independen Pengawas KPK

Mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif.
Sumber :
  • maarifinstitute.org

VIVA.co.id - Mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Ahmad Syafi'i Ma'arif, menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, 29 Juni 2015.

Pertemuan itu tertutup untuk wartawan dan hanya Syafi'i yang menjelaskan ihwal yang dibahas atau dibicarakan, di antaranya, seputar rencana Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden, katanya, menyatakan secara lugas menolak merevisi Undang-Undang KPK.

Buya Syafi'i kemudian menyarankan kepada Presiden tentang perlunya lembaga atau badan independen yang secara khusus mengawasi kinerja KPK. Lembaga itu bukan untuk melemahkan atau mengganggu KPK, melainkan mengontrol kinerjanya. Soalnya diakui atau tidak, kewenangan besar KPK berpotensi disalahgunakan atau terjadi tindakan sewenang-wenang.

Lembaga independen itu, kata Buya Syafi'i, juga digunakan agar mencegah KPK tak besar kepala akibat diberikan kewenangan yang sangat besar oleh Undang-Undang. Misalnya, soal penyadapan dan penyidikan.

"Kewenangan penyadapan dan penyidikan enggak ada masalah, hanya ada tim independen untuk mengawasi kinerja," ujarnya, berargumentasi.

"Kalau enggak diawasi, gimana. Kan, repot," kata Syafi'i, yang juga Ketua Tim Sembilan, yang tim independen yang diminta presiden mencari solusi atas kisruh antara KPK dan Kepolisian beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, sidang paripurna DPR pada 23 Juni 2015 memutuskan akan merevisi Undang-Undang KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional tahun 2015. Ada tiga substansi yang diwacanakan untuk direvisi pada Undang-Undang KPK.

Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat

Di antaranya tentang penyadapan dan penuntutan. KPK diusulkan hanya dibolehkan menyadap pihak-pihak yang sudah berurusan dengan hukum. Sedangkan soal penuntutan, KPK akan dibantu Kejaksaan. (ren)