Tolak Gugatan UU Perkawinan, MK Langgengkan Pernikahan Anak

Lanjutan Sidang Sengketa Pilpres 2014 di MK
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
Pemerintah Berikan Insentif jika Tapera Dianggap Memberatkan
- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi terhadap Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinilai bagian dari sistem melanggengkan pernikahan pada anak atau perempuan berusia belum 16 tahun.
Di Pakistan, Orangtua Dibui Nikahkan Anak di Bawah Umur

Peneliti Senior pada Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof Dr Muhadjir Darwin, mengaku kecewa dengan putusan itu meski tetap menghormati sebagai produk hukum. Menurutnya, putusan MK mencerminkan ketidakpedulian terhadap masalah perempuan dan anak.
Penuhi Syarat Formal, MK Loloskan Tujuh Gugatan Pilkada


Dia menjelaskan, Pasal 7 Ayat 1 Undang Undang Perkawinan itu digugat karena dianggap pasal karet atau pasal fleksibel yang dapat digunakan sesuai kepentingan tertentu dan dapat diabaikan di lain waktu. Soalnya, di satu ayat diatur jelas batas usia perkawinan minimum 16 tahun, tetapi pada ayat lain boleh kurang dari 16 tahun meski harus seizin pengadilan.

“Pada Ayat 1 (Pasal 7 Ayat 1 Undang Undang Perkawinan) sudah diatur dengan jelas tentang batas usia perkawinan. Namun pada Ayat  2, hakim pengadilan justru diberi kewenangan untuk melanggengkan perkawinan meski usia pihak perempuan masih di bawah batas usia perkawinan," kata Muhadjir di Yogyakarta pada Selasa, 23 Juni 2015.

Sejatinya, Muhadjir menerangkan, pada pelaksanaannya, anak perempuan yang berusia kurang 16 tahun masih mendapatkan dispensasi boleh menikah, meski harus dengan izin hakim pengadilan.

Dengan kewenangan pada hakim pengadilan, katanya, sesungguhnya batas usia pernikahan perempuan sudah tidak ada lagi. Soalnya perempuan yang berusia kurang 16 tahun tetap bisa menikah.

"Ini juga bisa diartikan negara juga tak punya kewenangan mencegah pernikahan pada anak," katanya.

Menurutnya, kewenangan hakim perlu ditinjau sebagai materi baru tuntutan kepada MK. Jika tidak memungkinkan, poin itu penting pula dibahas DPR yang berencana merevisi Undang Undang Perkawinan.

“Apa yang dipersoalkan bukan hanya batas usia perkawinan, namun juga pada leluasanya hakim memberikan dispensasi atau izin bagi perkawinan pada anak,” katanya.

MK menolak gugatan uji materi Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada 18 Juni 2015. MK juga menolak Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) tentang batas usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun. MK berpandangan ditingkatkannya batas usia kawin bagi perempuan tidak ada jaminan bakal mengurangi angka perceraian, menanggulangi permasalahan kesehatan, maupun mengurangi permasalahan sosial lain.

"Bukan berarti pula tidak perlu dilakukan upaya apa pun, terutama tindakan preventif, untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak yang dikhawatirkan akan menimbulkan beragam masalah sebagaimana yang didalilkan para Pemohon, yang menurut Mahkamah, beragam masalah tersebut merupakan masalah konkret yang terjadi tidak murni disebabkan dari aspek usia semata," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Kamis 18 Juni 2015. (one)
Ilustrasi formulir pajak

Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat

"Sudah jadi budaya di Indonesia."

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016