BPK Temukan Kelemahan Pengendalian Kas Pemprov Jatim
- VIVA.co.id/Tudji Martudji
VIVA.co.id - Harapan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mempertahankan predikat laporan keuangan wajar tanpa pengecualian (WTP) kandas. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengumumkan Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan yang menyatakan pelaporan Rp53 miliar belum lengkap.
Keputusan LHP dibacakan Moermahadi Soerja Djanegara, anggota BPK RI untuk wilayah Jawa dan Bali, dalam sidang Paripurna DPRD Jatim di Surabaya, Kamis, 18 Juni 2015.
BPK menyatakan Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan terhadap keuangan Pemprov Jatim 2014 hanya mendapat penilaian opini wajar dengan pengecualian (WDP).
Penilaian itu membuat wajah Gubernur Soekarwo tidak lagi semringah. Begitu juga pejabat lain yang mengikuti acara di gedung DPRD Jatim itu.
Moermahadi menjelaskan, pemeriksaan penggunaan APBD Jatim tahun 2014, hasilnya tidak seperti LHP BPK tahun 2013. Penilaian opini laporan keuangan dan permasalahan pengendalian internal SKPD masih ditemukan kelemahan pengendalian kas.
Itu terjadi pada sisi pengeluaran maupun penerimaan, sehingga mengakibatkan setoran kas dan penerimaan kas yang tidak sah serta menimbulkan ketidakwajaran.
Temuan kedua, realisasi pertanggungjawaban belanja barang dan jasa senilai Rp21,56 miliar kepada 23 SKPD yang tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Anggaran sebesar Rp31,45 miliar kepada sepuluh Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD), tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang lengkap. Jika ditotal ada sekitar Rp53 miliar penggunaan anggaran yang perlu dibenahi.
“Kelemahan sistem pengendalian internal ini oleh BPK sudah beberapa kali dilakukan. Namun, belum sepenuhnya ditindaklanjuti. Atas dasar ini, BPK memberikan opini 2014 wajar dengan pengecualian,” kata Moermahadi.
"Ada masalah pada pengendalian kas serta belanja barang dan jasa. Itu saja yang dikecualikan, yang lainnya wajar,” Moermahadi menambahkan.
Pejabat senior di BPK itu memastikan tidak ada kerugian negara. Opini dari BPK masih bisa dibenahi sesuai empat sistem, yakni kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntasi pemerintahan, kecukupan informasi laporan keuangan, efektivitas sistem pengendalian internal, dan kepatutan terhadap peraturan perundang-undangan.
“Sekarang dalam proses kata Pak Gubernur. Ini masalah pengendalian internal saja, tidak ada kerugian negara,” ujar Moermahadi.
Bukan soal penyimpangan
Moermahadi menjelaskan, pengelolaan keuangan negara yang diselenggarakan Pemprov Jatim diperiksa sesuai dengan Undang-Undang tentang BPK, yang mewajibkan pengelolaan keuangan negara secara efisien dan transparan dengan memperhatikan asas kepatutan.
"Laporan ini tidak bermaksud menyampaikan penyimpangan, kecurangan, dan pelanggaran pengelolaan keuangan,” tuturnya.
BPK memiliki standar yang sangat ketat dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan negara sesuai ketentuan undang-undang.
"Pemeriksaan menggunakan empat kriteria. Sedangkan opini terdiri atas empat, yaitu wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), tidak wajar (TW), dan opini tidak memberikan pendapat (disclaimer)," terang Moermahadi.
Menanggapi fakta itu, Gubernur Soekarwo mengatakan prinsip dasarnya adalah pengawasan internal yang dilakukan SKPD untuk membenahi administrasi di Pemprov Jatim.
"Saya terima kasih atas fokus yang diingatkan, pengawasan internal di SKPD. Nanti kami kumpulkan dan segera dibenahi. Masih ada waktu,” kata Soekarwo.
Hasil pemeriksaan BPK itu juga akan menjadi bahan evaluasi bahwa pengawasan BPK semakin meningkat. Termasuk kelanjutan dari pemeriksaan tahun lalu yang belum tuntas terus diawasi pada tahun berikutnya.
“Ini memacu kami di Pemprov Jatim untuk semakin memperbaiki kinerja laporan keuangan," ujar Soekarwo.
Ketua DPRD Jatim, Abdul Halim Iskandar, mengatakan akan menindaklanjuti LHP BPK RI yang hasilnya menurun dari tahun sebelumnya.
"Nanti kami akan bentuk Panitia Kerja LHP BPK RI untuk menindaklanjuti dan merinci apa saja masalah-masalah yang sebenarnya terjadi pada keuangan Pemprov Jatim berdasarkan laporan BPK,” ujar Halim.