Menelusuri Jalur Penyelundupan Candu di Sungai Lasem

Sungai Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah
Sumber :
  • VIVA/Dody Handoko

VIVA.co.id - Setelah pemerintahan Inggris di Indonesia dikembalikan kepada Belanda tahun 1812, kehidupan warga Tionghoa yang ada di Lasem menjadi lebih makmur.

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Seiring dengan itu, peredaran candu (opium) semakin merebak di sekitar wilayah Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Sungai Lasem dengan paritnya banyak digunakan untuk mengangkut bahan candu dengan perahu-perahu kecil.

Candu yang diturunkan dari kapal besar di tengah laut, langsung dibawa masuk ke tempat pembuatan candu, dengan menggunakan perahu-perahu kecil melalui parit. Tempat pembuatan candu itu dikenal dengan nama gedung Candu, yang berderet-deret di sepanjang jalan Dasun, Lasem.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Lokasi parit dan gedung candu itu kini masih ada jejaknya. Lokasinya berada di sebelah Utara Kelenteng Makco Lasem, Dasun. Jaraknya dari Kelenteng kurang lebih 100 meter.

Kala itu, peredaran candu menjadi komoditas yang dianggap cukup memberikan kemakmuran bagi warga Tionghoa di Lasem. Sungai Lasem menjadi penting dalam membantu sarana transportasi pengangkutan candu.

Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

''Dulu, parit-parit itu dinamakan parit candu, karena digunakan sebagai rute pengiriman candu,'' kata Yon Suprayoga, budayawan Lasem.

Gorong-gorong yang menyerupai terowongan itu merupakan saksi bisu sejarah perdagangan candu di Lasem. Melalui gorong-gorong itu, para pedagang menyelundupkan candu menggunakan perahu jukung, menuju gudang penyimpanan di belakang Klenteng Makco.

Tapi kini, gorong-gorong jalur candu di bantaran Sungai Lasem, sudah tidak bersisa lagi. Gorong-gorong itu sudah terkubur sedimen sungai yang ditumbuhi pohon bambu. Di bawah pohon itu bertengger Water Closet (WC) dan rumah.

Kayu bekas gorong-gorong candu itu juga sudah dicopot para warga.  Beberapa waktu yang lalu, pintu air fondasi diambil dan dijual sejumlah warga. Pintu itu terdiri dari empat papan kayu Jati seluas sekitar empat meter persegi yang dipasang berjejer. Di bagian bawah pintu air itu terdapat balok-balok kayu Jati, yang juga sudah diambil sejumlah penduduk.

Sungai Lasem kerap disebut sebagai Sungai Babagan. Sungai tersebut berhulu di Pegunungan Lasem dan berhilir di Laut Jawa. Sungai itu membelah kota tua Lasem, kota bagian timur dan bagian barat. Di kota tua bagian timur terdapat Desa Soditan, Karangturi, Jolotundo, Sumbergirang, dan Ngemplak. Pada kota bagian barat terdapat Desa Gendangmulyo, Dorokandang dan Babagan.

Kitab Sabda Badrasanti yang digubah S Reksowardojo (1966) menyebutkan, sungai Lasem, mulai dari desa Babagan hingga muara sungai, merupakan buatan saudagar Tionghoa. Pada 1730, para saudagar dan pedagang Tionghoa memperlebar dan memperdalam Sungai Lasem, untuk memperlancar arus transportasi perdagangan.

Pelebaran dan pendalaman itu terjadi pada masa pemerintahan Oei Ing Kiat. Dia adalah Adipati Lasem bergelar Tumenggung Widyaningrat, yang diangkat Paku Buwono II pada 1727. Bersamaan dengan itu, Widyaningrat membangun pelabuhan di depan Kelenteng Dewi Laut atau Makco Tian Shang Sheng Mu.

Pelabuhan itu berkembang pesat menjadi pelabuhan perdagangan antar pulau dan bangsa. Batik Lasem merupakan salah satu komoditas perdagangan di pelabuhan itu, selain garam, kayu jati, dan kain. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya