Melongok Tradisi Suku Tengger Mensyukuri Kemarau
Jumat, 12 Juni 2015 - 05:43 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Dyah Pitaloka
VIVA.co.id
- Keteguhan menjaga tradisi leluhur sudah menjadi ciri khas dari masyarakat Suku Tengger. Beragam tradisi kearifan kukuh dipertahankan suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo ini.
Kemarin, tepatnya Kamis 11 Juni 2015, sesepuh Suku Tengger dari sembilan desa dan dusun dari tiga kecamatan di Kabupaten Malang, kembali menggelar ritual Grebeg Tirto Aji.
Ritual yang digelar di mata air Wendit di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang ini ditandai dengan pengambilan satu kendi air suci dari Sendang Widodaren.
“Air di sumber Wendit adalah bagian dari sumber air Widodaren di Gunung Bromo, kami sudah ambil mata air Wendit ini turun temurun," kata salah seorang sesepuh Suku Tengger Ngationo.
Ritual Grebeg Tirto Aji, diawali dengan sembilan wanita yang mengambil air dalam wadah dari tanah liat di Sendang Widodaeren, mata air Wendit.
Setelah air dibagikan, gunungan tumpeng dari berbagai hasil bumi Suku Tengger segera diperebutkan oleh pengunjung grebeg. Berbagai sayuran seperti sawi, kentang, wortel, buncis, tomat, seledri, dan aneka ketela rambat segera diperebutkan oleh pengunjung mata air yang mengikuti ritual itu.
Di penghujung ritual, sejumlah penari wanita atau lazim disebut penari tandak, kemudian melempar sampur pada pengunjung, mengundang mereka untuk menari bersama diiringi gending Jawa.
Kolam Bidadari
Sendang Widodaren atau telaga bidadari di Desa Mangliawan Kecamatan Pakis konon dipercaya sebagai kolam tempat mandinya bidadari yang turun dari kahyangan.
Di telaga itu pula, dipercaya Joko Tarub, jatuh hati pada salah satu bidadari dan mencuri selendang seorang bidadari yang akhirnya tak bisa kembali ke kahyangan dan menetap di bumi sementara.
“Air di Sendang Widodaren ini bagian dari sumber Widodaren yang ada di Bromo. Airnya suci, lebih dari tujuh mata air bermuara di sini,” kata Ngationo.
Perwakilan suku Tengger lainnya Choirul Anam, berharap ritual Grebeng Tirto Aji akan membuat pasokan air selama petani bercocok tanam tetap terjaga. Sehingga suku tengger yang beragama Islam bisa tenang menjalankan ibadahnya tanpa merisaukan tanaman dan musim kemarau.
“Kami berharap ritual ini bisa membuat warga muslim bisa lebih tenang beribadah puasa karena tanaman tak kekurangan air di musim kemarau,” katanya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Setelah air dibagikan, gunungan tumpeng dari berbagai hasil bumi Suku Tengger segera diperebutkan oleh pengunjung grebeg. Berbagai sayuran seperti sawi, kentang, wortel, buncis, tomat, seledri, dan aneka ketela rambat segera diperebutkan oleh pengunjung mata air yang mengikuti ritual itu.