Tiga Tahap Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu
Kamis, 11 Juni 2015 - 12:57 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id
- Dewan Penasihat Komnas HAM, Prof Jimly Asshiddiqie menyatakan ada beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Pemerintahan yang baru berpeluang besar menuntaskan beban sejarah pelanggaran HAM.
“Kita dapat Presiden yang tidak punya beban pelanggaran HAM di masa lalunya,” ujar Jimly dalam pemaparannya di Seminar “Penyelesaian Secara Non Yudisial Perkara Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Dalam Upaya Mewujudkan Kepastian Hukum Dan Stabilitas Nasional`” di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis 11 Juni 2015.
Ada tiga tahapan penyelesaian kasus-kasus HAM di masa lalu. Pertama, Jimly mengusulkan pembentukan Tim Bersama yang melibatkan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Tim ini yang akan mengadakan gelar kasus bersama secara terbuka. Ini bertujuan untuk memilah kasus yang akan diselesaikan secara yudisial maupun non-yudisial. Selanjutnya, tim tersebut yang akan merancang mekanisme penyelesaian melaui pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang kemudian dilaporkan kepada Presiden.
"Dengan terbentuknya KKR ini, praktis tugas dan tanggungjawab Kejaksaan Agung dan Komnas HAM dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu selesai," ucap Jimly.
Tahap selanjutnya adalah tindakan pemulihan dan rehabilitasi. Termasuk, kata Jimly, upaya penyaluran santunan dan kebijakan kesejahteraan bagi para korban dan keluarganya. Semua tindakan tersebut wajib dilaporkan Presiden dalam Pidato Kenegaraan di hadapan Sidang Paripurna DPR tanggal 16 Agustus 2016.
Dalam pidato tersebut Presiden sekaligus menyatakan bahwa seluruh masalah kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu sudah diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Sebab, semua kasus telah berakhir dan tutup buku.
Hingga saat ini, Jimly mengatakan, setidaknya ada enam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang masih memerlukan tindak lanjut. Enam kasus itu antara lain Peristiwa Tahun 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius Tahun 1982-1984, Peristiwa Talangsari Tahun 1989, Peristiwa Penghilangan Paksa Tahun 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei Tahun 1998, dan Peristiwa Trisakti serta Semanggi I dan II di tahun 1998.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Tahap selanjutnya adalah tindakan pemulihan dan rehabilitasi. Termasuk, kata Jimly, upaya penyaluran santunan dan kebijakan kesejahteraan bagi para korban dan keluarganya. Semua tindakan tersebut wajib dilaporkan Presiden dalam Pidato Kenegaraan di hadapan Sidang Paripurna DPR tanggal 16 Agustus 2016.