Saat Karier Novel Baswedan Dipertaruhkan
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Hari ini, Selasa 9 Juni 2015, pukul 15.00 WIB sidang gugatan praperadilan yang diajukan Novel Baswedan bakal diputuskan. Hakim tunggal Zuhairi dijadwalkan akan membacakan putusan sah tidaknya penetapan tersangka terhadap penyidik senior KPK itu.
"Saya pikir ini memang cukup cepat sebenarnya. Karena memang kalau melihat bukti-bukti maupun saksi-saksi, sesungguhnya memang tidak mudah untuk memutuskan dalam waktu dekat. Kami mengapresiasi sajalah apa yang menjadi keputusan hakim yang menunda sampai besok," ujar Muji Kartika Rahayu, salah satu anggota Tim penasihat hukum Novel yang dinamakan Tim Anti Kriminalisasi (TAKTIS), usai sidang Senin 8 Juni di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Senin 8 Juni Tim kuasa hukum Novel Baswedan menyerahkan kesimpulannya sebagai pihak pemohon. Ini persidangan maraton yang digelar hakim tunggal Zuhairi terkait gugatan praperadilan Novel Baswedan yang dimulai sejak dua pekan lalu.
"Hari ini (Senin 8 Juni 2015) kita sudah menyerahkan dan menyampaikan kesimpulan. Diserahkan kepada hakim. Hakim membutuhkan satu hari untuk membuat keputusan," ucap Muji sesaat setelah menjalani sidang di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Senin, 8 Juni 2015.
Berikut poin-poin penting dalam kesimpulan pihak Novel Baswedan yang diserahkan kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, disampaikan salah seorang anggota kuasa hukum Muji Kartika Rahayu.
Pertama; tim kuasa hukum tak hanya mendasarkan proses penangkapan dan penahanan dari UU KUHAP semata, melainkan juga menggunakan peraturan perundang-undangan lain. Aturan itu di antaranya undang undang tentang keterbukaan informasi publik, undang-undang tentang Hak Azasi Manusia, termasuk peraturan Kapolri. Ini juga yang sepatutnya dilakukan Polri lantaran dalam KUHAP juga menyebutkan bahwa penegak hukum wajib taat kepada azas-azas dan prinsip-prinsip etika. "Oleh karena itu kami memasukkan melihat penangkapan dan penahanan ini dari aspek etika."
Dua; TAKTIS menganggap penangkapan dan penahanan itu tidak sah. Sebab, hipotesis tim kuasa hukum terbukti melalui persidangan yang menunjukkan memang penangkapan dan penahanan hanya berdasarkan alasan non hukum, bukan alasan hukum.
Selanjutnya, ketiga, penangkapan dan penahanan itu dilakukan secara melawan hukum, seperti aturan yang mengatakan dengan yang disebut penggeledahan, termasuk penggeledahan untuk penangkapan. "Bukan hanya penggeledahan untuk penyitaan." Namun, rupanya termohon hanya memahami penggeledahan hanya untuk penyitaan. "Itu hanya peristiwa yg siang hari. Sedangkan yg malam hari, pada saat menangkap, ada penyidik yang naik ke lantai dua, itu kategorinya sudah termasuk Penggeledahan. Nah, sehingga ini termasuk penggeledahan yang tidak punya dasar hukum."
Kesimpulan keempat adalah legalitas penangkapan dan penahanan dapat dilihat dari aspek manfaat bagi publik.
"Dari empat kesimpulan itu, yang menarik adalah Novel mengajukan gugatan bukan demi dirinya sendiri, melainkan demi kepentingan publik," ujar Muji.
Ini karena Novel menggunakan azas orgaomes yang berarti seseorang yang melalui kerugian yang dia derita melakukan upaya hukum demi kepentingan publik. Ini menjadi pertimbangan tuntutan praperadilan Novel Baswedan, bukan membayar ganti rugi untuk diri pribadi. Yang terpenting, ujar Muji, termohon perlu melakukan audit kinerja agar ke depan institusi Polri lebih baik dan lebih profesional.
Gugatan praperadilan pertama diajukan penyidik KPK Novel Baswedan, setelah dia ditangkap dan ditahan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004 silam.
Gugatan yang disampaikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ditujukan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (TAKTIS), atau Tim kuasa hukum Novel Baswedan, menganggap penangkapan yang dilakukan pada Jumat 1 Mei tengah malam lalu melanggar peraturan internal Polri. Melalui gugatan praperadilan pertama Novel menuntut Polri untuk meminta maaf melalui baliho dan ganti rugi sebesar Rp1. Novel juga menuntut Polri untuk meminta maaf dalam spanduk yang dipasang di Mabes Polri.
Dalam sidang praperadilan pertama, Novel Baswedan menyerahkan 77 surat sebagai bukti. Sementara Polri menyerahkan 57 surat yang digunakan untuk melemahkan gugatan Novel.
Kasus Lampau Novel Baswedan
Kasus Novel sebelumnya pernah mencuat saat terjadi konflik KPK vs Polri pada 2012. Saat itu Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011. Kasus itu menyeret Inspektur Jenderal Pol Djoko Susilo yang kini tengah menjalani vonis 18 tahun penjara dan pidana denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp32 miliar.
Tahun itu pula Novel ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap pencuri sarang burug walet di Bengkulu pada 2004 lantaran ada anak buahnya yang melakukan tindakan melanggar hukum yang mengakibatkan korban jiwa. Kala itu Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kota Bengkulu.
Novel pun sudah menjalani pemeriksaan kode etik di Mapolres dan Polda Bengkulu. Sanksi teguran menjadi ganjaran Novel. Setelah peristiwa tersebut, Novel bahkan masih dipercaya sebagai Kasat Reskrim di Polres Bengkulu hingga Oktober 2005. Hingga setahun kemudian Novel memutuskan untuk bergabung dengan KPK.