Dua Hakim Beda Pendapat dalam Vonis Bos Sentul City
Senin, 8 Juni 2015 - 17:07 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id
- Presiden Direktur Sentul City, yang juga mantan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri, Kwee Cahyadi Kumala, alias Swie Teng telah dijatuhkan vonis pidana penjara selama 5 tahun serta denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Majelis hakim tindak pidana korupsi menilai Swie Teng telah bersalah melakukan tindak pidana merintangi penyidikan perkara korupsi serta memberikan uang suap kepada Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor sesuai dengan dakwaan kesatu dan kedua pertama.
Namun ada putusannya, terdapat dua anggota Majelis Hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion).
Hakim anggota, Alexander Marwata menilai Swie Teng tidak terbukti memenuhi unsur dakwaan pertama, yakni merintangi penyidikan perkara Yohan Yap. Alexander menyebut, sesuai dengan Pasal 21 UU Tipikor, perbuatan merintangi penyidikan berdampak pada penuntutan dan persidangan.
"Jadi bersifat kumulatif, bukan alternatif," kata Alexander saat membacakan pendapatnya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 8 Juni 2015.
Selain itu, Hakim Alexander menyebut alasan Jaksa bahwa penyidikan membutuhkan waktu lama karena Swie Teng melakukan perbuatan merintangi, tidak bisa diterima. Bahkan, perbuatan Swie Teng yang menyuruh anak buahnya untuk memindahkan sejumlah barang bukti dan saksi, dinilai wajar.
Menurut Hakim Alexander, perbuatan Swie Teng wajar untuk menghindarkan keterlibatannya dalam perkara Yohan Yap, usai anak buahnya itu tertangkap KPK.
"Lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan terdakwa agar terhindar atau tidak dilibatkan dalam perkara tertangkapnya Yohan Yap. Kekhawatiran terdakwa akan ikut terlibat dalam perkara tertangkapnya Yohan sangat beralasan karena terdakwa pernah berikan uang kepada Yohan Yap. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan terdakwa menurut hakim anggota 3 dan 4 sangat wajar dilakukan oleh seseorang yang merasa bersalah dan merasa akan dijadikan tersangka," kata Hakim Alexander.
Selain itu, Hakim menilai dakwaan kedua pertama Swie Teng yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a yang mengatur mengenai tindak pemberian suap tidak terbukti. Hakim berpendapat bahwa jaksa tidak menguraikan apakah pemberian uang dari Swie Teng kepada Rachmat Yasin, bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati Bogor.
Hakim menilai penerbitan surat rekomendasi untuk PT BJA oleh Rachmat Yasin, tidak bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati Bogor. Pemberian uang tersebut dinilai untuk mempercepat proses penerbitan surat.
Hakim menyebut pemberian tersebut lebih tepat untuk dijerat dengan Pasal 13 UU Tipikor tentang pemberian hadiah atau janji. "Pemberian uang untuk mempercepat proses, lebih tepat dikenakan pasal 13," ujar Hakim Alexander.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat, majelis hakim tetap menganggap Swie Teng tetap bersalah melakukan korupsi dan menjatuhkan vonis. Hal tersebut karena putusan diambil oleh suara terbanyak.
"Karena putusan diambil dengan suara terbanyak, maka majelis hakim berpendapat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," tegas Hakim Ketua Sutio Jumagi.
Hakim anggota, Alexander Marwata menilai Swie Teng tidak terbukti memenuhi unsur dakwaan pertama, yakni merintangi penyidikan perkara Yohan Yap. Alexander menyebut, sesuai dengan Pasal 21 UU Tipikor, perbuatan merintangi penyidikan berdampak pada penuntutan dan persidangan.
"Jadi bersifat kumulatif, bukan alternatif," kata Alexander saat membacakan pendapatnya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 8 Juni 2015.
Selain itu, Hakim Alexander menyebut alasan Jaksa bahwa penyidikan membutuhkan waktu lama karena Swie Teng melakukan perbuatan merintangi, tidak bisa diterima. Bahkan, perbuatan Swie Teng yang menyuruh anak buahnya untuk memindahkan sejumlah barang bukti dan saksi, dinilai wajar.
Menurut Hakim Alexander, perbuatan Swie Teng wajar untuk menghindarkan keterlibatannya dalam perkara Yohan Yap, usai anak buahnya itu tertangkap KPK.
"Lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan terdakwa agar terhindar atau tidak dilibatkan dalam perkara tertangkapnya Yohan Yap. Kekhawatiran terdakwa akan ikut terlibat dalam perkara tertangkapnya Yohan sangat beralasan karena terdakwa pernah berikan uang kepada Yohan Yap. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan terdakwa menurut hakim anggota 3 dan 4 sangat wajar dilakukan oleh seseorang yang merasa bersalah dan merasa akan dijadikan tersangka," kata Hakim Alexander.
Selain itu, Hakim menilai dakwaan kedua pertama Swie Teng yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a yang mengatur mengenai tindak pemberian suap tidak terbukti. Hakim berpendapat bahwa jaksa tidak menguraikan apakah pemberian uang dari Swie Teng kepada Rachmat Yasin, bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati Bogor.
Hakim menilai penerbitan surat rekomendasi untuk PT BJA oleh Rachmat Yasin, tidak bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati Bogor. Pemberian uang tersebut dinilai untuk mempercepat proses penerbitan surat.
Hakim menyebut pemberian tersebut lebih tepat untuk dijerat dengan Pasal 13 UU Tipikor tentang pemberian hadiah atau janji. "Pemberian uang untuk mempercepat proses, lebih tepat dikenakan pasal 13," ujar Hakim Alexander.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat, majelis hakim tetap menganggap Swie Teng tetap bersalah melakukan korupsi dan menjatuhkan vonis. Hal tersebut karena putusan diambil oleh suara terbanyak.
"Karena putusan diambil dengan suara terbanyak, maka majelis hakim berpendapat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," tegas Hakim Ketua Sutio Jumagi.
Baca Juga :
Pasarkan Produk, Sentul City Gandeng Enam Agen Properti
Tahun ini, perseroan targetkan marketing sales Rp1,5 triliun.
VIVA.co.id
2 Maret 2016
Baca Juga :