Polri Bantah Berikan Bukti Palsu Praperadilan Novel
- VIVA.co.id/ Irwandi
VIVA.co.id - Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) membantah telah memberikan bukti dokumen palsu dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kuasa hukum Mabes Polri, Joel Baner Toendan, menjelaskan bahwa dokumen yang dimaksudkan adalah soal surat keberatan Novel atas putusan Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu.
"Bukan bukti palsu, tetapi dokumen yang diajukan Novel adalah terkait keberatan atas putusan Divisi Propam (Polda Bengkulu). Pada dasarnya putusan (penahanan) itu ada," kata Joel seusai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 5 Juni 2015
Menurut Joel, putusan Divisi Propam Polda Bengkulu terhadap Novel ialah berupa hukuman kurungan selama tujuh hari. Namun, di dalam surat yang menyatakan menerima keberatan dari Novel.
"Ya, keberatan dia dikabulkan sehingga akhirnya putusan menjadi hanya mendapat peringatan keras," ujar Joel.
Bukti palsu
Novel menyerahkan surat kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 5 Juni 2015. Surat itu berisi bukti bahwa dia tidak pernah ditahan selama tujuh hari, sebagaimana diungkapkan saksi ahli dan saksi fakta dari pihak Polri, dalam sidang gugatan praperadilan.
Menurut Novel, ada dua surat yang diserahkannya kepada hakim sebagai bukti tambahan. Surat-surat yang yang saling berkaitan itu sekaligus membuktikan bahwa keterangan saksi fakta dari pihak Polri adalah kesaksian palsu.
"Saya ingat termohon (Polri) mengungkapkan seolah-olah saya pernah dihukum tahanan selama tujuh hari. Bagi saya, itu kebohongan, dan tadi saya minta pada hakim untuk menjelaskan dari mana bukti palsu itu diterima," kata Novel.
Novel menjelaskan bahwa dia tidak pernah ditahan selama tujuh hari seperti tuduhan yang ia duga disampaikan pihak termohon dalam buktinya. Dia mengaku hanya mendapatkan teguran keras.
"Saya dihukum dengan sebuah teguran keras, bukan penahanan. Kemudian, surat tersebut dicatat dalam dokumen kepegawaian saya. Sedangkan surat yang dimaksudkan oleh termohon pun terlihat ada perbedaan dari tanggalnya, meski dalam tahun yang sama," ujar Novel.
Gugatan praperadilan
Novel mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tindakan penangkapan dan penahanannya.
Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menetapkan Novel sebagai tersangka penganiayaan terhadap pencuri burung walet pada 2004. Novel saat itu menjabat sebagai kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu.
Kasus itu kembali muncul ketika terjadi konflik KPK dengan Polri, terutama ketika KPK menyeret petinggi Korps Lalu Lintas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo, sebagai tersangka korupsi dana pengadaan simulator SIM.
Puluhan anggota Kepolisian bahkan mengepung gedung KPK untuk menangkap Novel. Namun, mereka dihadang para aktivis antikorupsi.
Kasus itu sempat dihentikan. Namun, Novel kembali dibidik setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi.
Novel ditangkap di rumahnya, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 1 Mei 2015. Polisi beralasan penangkapan itu karena Novel sudah beberapa kali tak hadir dalam pemeriksaan. Padahal, pemimpin KPK sudah menyurati Polri dan meminta penundaan pemeriksaan Novel karena sedang tugas ke luar kota.