43,1 Persen Warga Yogya Menolak Raja Perempuan
- VIVA.co.id/Daru Waskita
VIVA.co.id - 43,1 persen warga Yogyakarta tak setuju dengan kepemimpinan perempuan. Sementara, 35,2 persen lainnya setuju dan 21,7 persen menyatakan ragu-ragu.
"Untuk Kabupaten/Kota yang paling tinggi dukungannya bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin Kesultanan berada di Kabupaten Sleman dengan 55,9 persen. Sementara di Kabupaten Gunungkidul hanya 24 persen," ujar Dian Eka Rahmawati, peneliti dari Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Jusuf Kalla School of Government (JKSG) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu, 20 Mei 2015.
Lembaga pendidikan ini melakukan penelitian kepada masyarakat dengan metode survei di lima Kabupaten/Kota yang ada di Yogyakarta; Kota Yogyakarta, Bantul, Sleman, Gunungkidul, dan Kulon Progo.
Eko Priyo Purnomo yang juga peneliti yang lain mengatakan, hasil penelitian menunjukkan bahwa suksesi kepemimpinan Kesultanan Yogyakarta tidak bisa lagi hanya dilihat sebagai suksesi internal, melainkan sudah menjadi suksesi kepemimpinan Kepala Daerah (Gubernur).
Salah satunya adalah hasil survei yang menunjukkan 91,3 persen responden mendukung Sultan sebagai Gubernur. Dukungan tertinggi ada di Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah persentase 98,7 persen, dan dukungan terendah ada di Kabupaten Bantul sebanyak 86,7 persen.
"Dan pertanyaan ketiga mengenai calon pengganti Sultan HB X. Responden yang setuju jika penggantinya anak perempuannya sebanyak 30,2 persen. Kemudian yang setuju adik Sultan HB X menjadi penggantinya ada 35,9 persen, dan yang ragu-ragu atau tidak tahu ada 33,9 persen."
Survei yang dilakukan di empat Kabupaten dan satu Kotamadya itu dilakukan menyusul munculnya polemik suksesi Keraton Yogyakarta. Polemik terjadi menyusul adanya Sabda Raja yang menobatkan GKR (Gusti Kanjeng Ratu) Pembayun menjadi putri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi. Ini yang mendasari jurusan Ilmu Pemerintahan dan Jusuf Kalla School of Government (JKSG) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menggelar survei.
(mus)