Mengaku Diintimidasi, Panitia Anti Homophobia Ganti Strategi
Senin, 18 Mei 2015 - 18:36 WIB
Sumber :
- iStock
VIVA.co.id
- Panitia acara peringatan hari Anti Homophobia dari Komunitas Kajian Gender Malang (Kojigema) Institute mengambil cara lain untuk memberikan edukasi tentang realitas gender.
Setelah acara mereka dibatalkan lantaran berbagai initimidasi yang masuk lewat telepon seluler, panitia kini menyebar poster pengetahuan tentang gender lewat media online sekaligus mencetak puluhan poster untuk disebar.
Setelah acara mereka dibatalkan lantaran berbagai initimidasi yang masuk lewat telepon seluler, panitia kini menyebar poster pengetahuan tentang gender lewat media online sekaligus mencetak puluhan poster untuk disebar.
"Kami lebih menggiatkan publikasi tentang Idahot (International Day Against Homophobia and Transgender) dan genderbread secara online dan tercetak," kata Niken Lestari, relawan Kojigema Institute, Senin 18 Mei 2015.
Selain edukasi via online, pihaknya akan mencetak sekitar 50 pamflet untuk dibagikan di sejumlah titik, tempat berkumpulnya masyarakat umum di Malang.
Selebaran itu berisi sejumlah wawasan, seperti tentang sejarah idahot, hak kesehatan reproduksi dan seksual, genderbread utk memahami perbedaan gender, jenis kelamin, ekspresi seksual dan tentang orientasi seksual.
Kojigema menilai, ada rasa ketakutan atau Homophobia yang ditunjukkan sejumlah pihak, yang melakukan upaya intimidasi lewat telepon dan pesan singkat.
Sedangkan, lewat diskusi yang seharusnya berlangsung pada Minggu 17 Mei 2015, Kojigema ingin menambah wawasan dan membuka realitas gender, untuk mengikis homophobia atau ketakutan terhadap komunitas homo di masyarakat.
"Kami tidak memaksa masyarakat untuk menerima mereka, tapi setidaknya masyarakat mengerti tentang realitas ini dan tidak menyakiti mereka," katanya.
Seperti diketahui, acara Kojigema bertajuk Celebrate Our Gender, yang seharusnya berlangsung Minggu petang kemarin terpaksa dibatalkan setelah panitia menerima berbagai initimidasi lewat telepon dan sms, sejak Jumat hingga Minggu, 15 Mei sampai 17 Mei 2015.
Komisi untuk Orang Hilang dan Kekerasan (Kontras) Surabaya berpendapat, pelarangan itu dinilai bertentangan prinsip dan nilai Demokrasi, selain itu Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan Politik dan juga Undang-Undang No 02 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
KontraS pun mendesak aparat untuk mengusut tindakan intimidasi yang diterima panitia. "Kapolri untuk menindak dengan tegas aparat di bawahnya yang tidak profesional dalam menjalankan tugasnya dengan tidak memberikan pengamanan maksimal terhadap masyarakat," ujar Koordinator Badan Pekerja Kontras Surabaya Fatkhul Khoir.
Sesuai pasal 14 Undang Undang nomor 2 tahun 2012, polisi berkewajiban memberikan keamanan dan sebagai pengayom masyarakat.
"Tak seharusnya polisi memaksa panitia membatalkan acara," katanya.
Kewenangan polisi, menurutnya untuk menegakkan hukum, memberi perlindungan, mengayomi dan melindungi masyarakat. "Bukan sebaliknya, justru melarang kegiatan berupa diskusi dan kajian masyarakat. Hak berekspresi dan berpendapat dilindungi undang-undang. Aneh jika polisi justru meminta acara dibatalkan," katanya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Kami lebih menggiatkan publikasi tentang Idahot (International Day Against Homophobia and Transgender) dan genderbread secara online dan tercetak," kata Niken Lestari, relawan Kojigema Institute, Senin 18 Mei 2015.