Seri Walisanga: Pasir dan Batu Berubah Jadi Emas

Makam Sunan Giri di Gresik, Jawa Timur.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko

VIVA.co.id - Sunan Giri saat muda dikenal denga nama Jaka Samudera dan Raden Paku. Pada usia 23 tahun, Raden Paku diperintah oleh ibunya untuk mengawal barang dagangan ke pulau Banjar atau Kalimantan. Tugas ini diterimanya dengan senang hati.

Nakhoda kapal diserahkan kepada pelaut kawakan, yaitu Abu Hurairah. Walau pucuk pimpinan berada di tangan Abu Hurairah, tapi Nyai Ageng Pinatih memberi kuasa pula kepada Raden Paku untuk ikut memasarkan dagangan di Pulau Banjar.

Tiga kapal berangkat meninggalkan pelabuhan Gresik dengan penuh muatan. Biasanya, sesudah dagangan itu habis terjual di Pulau Banjar, maka Abu Hurairah diperintah membawa barang dagangan dari pulau Banjar yang sekiranya laku di Pulau Jawa, seperti rotan, damar, emas dan lain-lain.

Dengan demikian keuntungan yang diperoleh menjadi berlipat ganda. Tapi kali ini tidak. Sesudah kapal merapat dipelabuhan Banjar, Raden paku membagi-bagikan barang dagangannya dari Gresik itu secara gratis kepada penduduk setempat.

Tentu saja hal ini membuat Abu Hurairah menjadi cemas. Dia memprotes tindakan Raden Paku, “Raden…. Kita pasti akan mendapat murka Nyai Ageng Pinatih. Mengapa barang dagangan kita diberikan secara cuma-cuma?” tanyanya.

“Jangan khawatir Paman, kada Raden Paku. Tindakan saya ini sudah tepat. Penduduk Banjar saat ini sedang dilanda musibah. Mereka dilanda kekeringan dan kurang pangan. Sedangkan Ibu sudah terlalu banyak mengambil keuntungan dari mereka, sudahkah Ibu memberikan hartanya dengan membayar zakat kepada mereka? Saya kira belum. Nah, sekaranglah saatnya Ibu mengeluarkan zakat untuk membersihkan diri,” dalih Raden Paku.

"Itu di luar wewenang saya Raden," kata Abu Hurairah. "Jika kita tidak memperoleh uang, lalu dengan apa kita mengisi perahu supaya tidak oleng dihantam gelombang dan badai?"

Raden Paku terdiam beberapa saat. Dia sudah maklum bila dagangan habis biasanya Abu Hurairah akan mengisi kapal atau perahu dengan barang dagangan dari Kalimantan. Tapi sekarang tak ada uang dengan apa dagangan pulau Banjar akan dibeli.

“Paman tak usah risau,” kata Raden Paku dengan tenangnya. “Supaya kapal tidak oleng isilah karung-karung kita dengan batu dan pasir."

Memang benar, mereka dapat berlayar hingga dipantai Gresik dalam keadaan selamat. Tapi, hati Abu Hurairah menjadi kebat-kebit sewaktu berjalan meninggalkan kapal untuk bertemu dengan Nyai Ageng Pinatih.

Dugaan Abu Hurairah benar. Nyai Ageng Pinatih terbakar amarahnya saat mendengar perbuatan Raden Paku yang dianggap tidak normal. “Sebaiknya Ibu lihat dulu,” pinta Raden Paku.

"Sudah, jangan banyak bicara. Buang saja pasir dan batu itu. Hanya mengotori karung-karung kita saja," hardik Nyai Ageng Pinatih.

Tapi, ketika awak kapal membuka karung-karung itu mereka terkejut. Karung-karung itu isinya menjadi barang-barang dagangan yang biasa mereka bawa dari Banjar, seperti rotan, damar, kain, serta emas dan intan.

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Bila ditaksir harganya jauh lebih besar ketimbang dagangan yang disedekahkan kepada penduduk Banjar. (ase)