Jaksa: Bonaran Halalkan Segala Cara untuk Jadi Bupati
Senin, 27 April 2015 - 18:46 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menilai Bupati Tapanuli Tengah nonaktif, Raja Bonaran Situmeang, telah terbukti secara sah dan meyakinkan memberikan uang suap sebesar Rp1,8 miliar kepada Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi.
Uang tersebut diberikan dengan maksud agar permohonan para pemohon di MK terkait sengketa Pilkada Tapanuli Tengah dapat ditolak. Sehingga Bonaran dapat menduduki posisi sebagai bupati.
Jaksa menilai, tidak sepantasnya perbuatan tersebut dilakukan Bonaran, terlebih mengingat Bonaran juga berprofesi sebagai Pengacara.
Uang tersebut diberikan dengan maksud agar permohonan para pemohon di MK terkait sengketa Pilkada Tapanuli Tengah dapat ditolak. Sehingga Bonaran dapat menduduki posisi sebagai bupati.
Jaksa menilai, tidak sepantasnya perbuatan tersebut dilakukan Bonaran, terlebih mengingat Bonaran juga berprofesi sebagai Pengacara.
"Terdakwa mempunya profesi sebagai praktisi hukum, seharusnya tidak melakukan perbuatan tersebut. Namun, karena ambisi kekuasaan, terdakwa telah menghalalkan segala cara untuk dapat menduduki jabatan Bupati Tapanuli Tengah," kata Jaksa Irman Yudiandri, saat membacakan surat tuntutan Bonaran di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 27 April 2015.
Menurut Jaksa, perbuatan Bonaran tersebut telah mencederai lembaga peradilan, khususnya MK. Serta mencederai nilai-nilai pemilihan umum kepala daerah secara langsung yang dilaksanakan secara jujur dan adil.
Jaksa menuntut Bonaran untuk dijatuhkan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp300 juta subsidair empat bulan kurungan. Tidak hanya itu, Jaksa juga menuntut Hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan kepada Bonaran.
Pidana tambahan itu berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum selama delapan tahun sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Diharapkan pengenaan pidana tambahan tidak hanya akan membuat jera terdakwa, tetapi juga akan membuat para politisi lain untuk berpikir jika akan melakukan korupsi sebagai upaya prevensi untuk melindungi masyarakat. Baik para pemilihnya yang telah memilihnya maupun masyarakat umum," tutur Jaksa.
Perbuatan Bonaran itu dinilai telah memenuhi unsur-unsur Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Terdakwa mempunya profesi sebagai praktisi hukum, seharusnya tidak melakukan perbuatan tersebut. Namun, karena ambisi kekuasaan, terdakwa telah menghalalkan segala cara untuk dapat menduduki jabatan Bupati Tapanuli Tengah," kata Jaksa Irman Yudiandri, saat membacakan surat tuntutan Bonaran di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 27 April 2015.