Ketua DPR: Kami Akan Lunasi Utang Memerdekakan Palestina
- ANTARA/Rosa Panggabean
VIVA.co.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Setya Novanto, mengatakan bahwa Indonesia dan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika masih berutang tanggung jawab untuk mewujudkan kemerdekaan dan kedaualatan Palestina.
Menurut Novanto, prakarsa Konferensi Parlemen Asia Afrika yang digelar bersamaan dengan Konferensi Asia Afrika adalah bagian dari upaya konkret melunasi utang tanggung jawab itu.
Konferensi antarparlemen negara-negara Asia dan Afrika akan memperkuat diplomasi masing-masing negara demi membebaskan Palestina dari penjajahan Israel.
"Kami akan menuntaskan utang sejarah untuk memerdekakan Palestina," kata Novanto dalam pidato pembukaan Konferensi Parlemen Asia Afrika di Jakarta, Kamis, 23 April 2015.
Konferensi itu memang diarahkan untuk memperkuat kerja sama di berbagai bidang, misalnya, agrukultural, bisnis, dan pengelolaan lingkungan hidup. Tetapi agenda utamanya adalah komitmen baru bagi dukungan kepada Palestina.
DPR sengaja mengundang Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan pandangan dan rumusan bagi solusi permasalahan Palestina dan kawasan.
Yudhoyono, yang juga Ketua Dewan Global Green Growth Institute, dinilai berkompeten berbicara mengenai agrukultural, bisnis, pengelolaan lingkungan hidup, kemiskinan, kesehatan, dan perubahan iklim.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, menyatakan mendukung penuh rencana Pemerintah untuk membuka Kedutaan Besar ataupun Konsulat Jenderal di Palestina. Soalnya selama ini Indonesia hanya memiliki perwakilan diplomatik di Ramallah, Tepi Barat.
Fahri berpendapat, kalau pemerintah sungguh-sungguh berniat membuka Kedutaan Besar di Palestina, sebaiknya didirikan di Kota Gaza. Sebab, kantor perwakilan diplomatik yang kini berada di Ramallah adalah wilayah yang dikuasai Israel.
"Selama ini perwakilan (Indonesia) di Ramallah. Kalau kantor di Ramallah di bawah Israel, kami mendorong agar dipindah ke Gaza," katanya di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 22 April 2015.
Keberadaan kantor perwakilan diplomatik Indonesia, Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal, kalau posisinya di Ramallah, tidak banyak bermanfaat. Soalnya akses pejabat atau diplomat Indonesia ke wilayah Palestina yang dikuasai Israel menjadi tidak berlaku, karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
“Paspor biru dan paspor hitam, pejabat kita nggak boleh masuk Israel. Masuk Israel, kita dilarang," kata Fahri.
Berbeda dengan wilayah Gaza yang dikuasai Hamas. Kota Gaza lebih kondusif bagi tempat Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Lagi pula, dua faksi utama di Palestina, yakni Hamas dan Fatah, yang dahulu selalu berseteru, kini telah bersatu.
Perdamaian Hamas dengan Fatah, kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, sedikit atau banyak mampu meredakan konflik bersenjata dengan Israel. Hal itu adalah situasi yang baik bagi Indonesia untuk membantu mewujudkan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
Persetujuan Israel
Rencana pembangunan konsul kehormatan disampaikan Presiden Joko Widodo yang melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Palestina, Rami Hamdallah, di sela-sela kunjungannya ke Indonesia pada Selasa, 21 April 2015. Pembukaan konsul kehormatan itu bagian dari upaya Indonesia membantu mewujudkan kemerdekaan Palestina.
Pemerintah Indonesia sebelumnya selalu kesulitan mendirikan kantor konsulat di Palestina. Pendirian konsulat di Ramallah harus mendapat persetujuan dari pemerintah Israel.
Pemerintah Israel juga menuntut Indonesia mengizinkan mendirikan kantor perwakilannya di Indonesia meski tidak memiliki hubungan diplomatik. (ase)