"Kaum Pria Tak Berani Keluar Rumah, Karena Pasti Ditembak"
- VIVA.co.id/Adieb Ahsani
VIVA.co.id - Gelombang ketiga pemulangan WNI dari Yaman telah dilakukan. Satu keluarga asal Madiun, tiba di rumah orang tuanya di Jalan Cendrawasih, sejak Jumat, 10 April 2015, sekira pukul 05.00 pagi.
Wahyudianto, tampak berseri ketika ditemui di rumahnya, meski lebih dari sepekan menempuh perjalanan dari Yaman hingga sampai di kampung halamannya. “Lebih dari sepekan, sejak evakuasi WNI yang berada di Saodah Yaman. Saya datang dengan selamat bersama istri dan empat anak saya,”ujarnya.
Wahyudianto adalah salah seorang WNI yang belajar di Yaman yang ikut dalam gelombang ketiga pemulangan WNI. “Kami, orang orang Indonesia yang belajar di sana, harus meninggalkan tempat belajar kami, karena situasi di Saodah sudah tidak aman untuk didiami. Tembakan dimana-mana dan terdengar sepanjang hari. Atas prakarsa pemerintah Indonesia, dan keinginan imam tempat kami belajar, kami harus mengamankan diri pulang ke Tanah Air,” ujarnya menerangkan.
Sejak konflik di Yaman sekitar September 2014 lalu, kondisinya semakin tidak aman. “Apalagi baru-baru ini, mengharuskan kami meninggalkan Yaman. Untuk makan saja, kami kaum lelaki tidak berani keluar rumah, karena pasti akan ditembak oleh tentara kaum Syiah yang kini memberontak. Kaum perempuan terpaksa harus keluar rumah untuk membeli kebutuhan agar kami bisa makan,” ujarnya menerangkan.
Karena kondisi semakin tidak aman, memaksa WNI yang berada di negara tersebut harus segera pulang ke Indonesia. “Pemerintah Yaman juga sudah memperingatkan agar meninggalkan Saodah. Setelah itu, petugas KBRI di Yaman juga meminta kami agar segera pergi menuju kedutaan. Karena tempat yang aman hanya di kedutaan,” ujarnya menuturkan.
Secara sembunyi-sembunyi, WNI yang berdiam di Saodah pergi menuju KBRI. “Kami mencoba dengan dua bus untuk pergi meninggalkan kedutaan, menuju Arab Saudi. Tetapi kami dihalangi di pos pemeriksaan tentara Syiah. Mereka membolehkan kami dengan syarat ada pengawalan dari mereka. Sedangkan untuk mendapat pengawalan, kami harus membayar kepada mereka. Akhirnya kami kembali ke kedutaan untuk menyusun rencana lagi,” kenang Wahyu.
Akhirnya dengan koordinasi petugas KBRI, WNI yang sekitar 200 orang bisa meninggalkan Saodah, menuju perbatasan Arab Saudi menggunakan bus. “Petugas KBRI pun ikut kembali ke tanah air, karena kondisi seperti itu. Dan perjalanan kami dari KBRI hingga pulang ke rumah, semua berkat peran petugas KBRI,” ujarnya.
Untuk bisa meninggalkan KBRI menuju perbatasan, WNI yang selama ini belajar di Yaman, mendapat pengawalan dari tentara. “Orang KBRI yang mengkondisikan semua itu, hingga kami bisa terbang ke tanah air. Kami tidak mengeluarkan uang sedikitpun,” ujar pria 43 tahun itu.
Menurut Wahyu, ia dan isterinya hanya membawa 2 tas kopor. “Kami tidak bisa membawa apa-apa. Hanya pakaian yang bisa kami bawa. Harta benda, rumah dan segalanya kami tinggalkan untuk menyelamatkan nyawa kami. Saya hanya membawa uang dalam mata uang Yaman dan real yang senilai Rp1.000.000. Itu pun sekarang masih,” ujarnya mengenang.
Namun, meski sudah mengalami berada di daerah konflik, tak membuat Wahyudianto kapok untuk menuntut ilmu di luar negeri. “Keinginan masih ada untuk belajar lagi. Karena ilmu agama yang kami pelajari selama ini masih belum sempurna,” ujar Wahyu yang sudah berada di Yaman sejak Agustus 2010.
Waspada! Gilai Gadget Bisa Turunkan IQ