Seribu Hantu Penghuni Lawang Sewu (1)
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id - Lawang sewu merupakan sebuah gedung megah dan bercirikan arsitektur unik seperti yang berkembang pada era 1850-1940 di benua Eropa. Gedung ini oleh warga Semarang lebih dikenal dengan sebutan gedung Lawang Sewu.
Sebutan itu hanya kiasan saja. Meski dibangun dengan banyak pintu dan jendela, namun jumlahnya tidak sampai seribu.
Gedung Lawang Sewu menempati lokasi yang sangat strategis. Pada masa pemerintah kolonial Belanda gedung ini digunakan sebagai kantor Nederlandsch Indische Spoorweg Maatsscappi (NIS), perusahaan kereta api pertama di Indonesia. Gedung Lawang Sewu memiliki nilai sejarah karena menjadi saksi bisu titik awal perkembangan perkeretaapian di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.
Ketika Jepang datang ke Indonesia pada 1942, gedung ini diambil alih untuk dijadikan salah satu markas militer Jepang. Di gedung ini pula terdapat penjara dan ruang penyiksaan hingga pembantaian rakyat. Setelah kemerdekaan, gedung ini dipakai sebagai kantor administrasi Perusahaan Kereta Api Indonesia (PJKA), pernah juga dijadikan sebagai markas Komando Daerah Militer IV Diponegoro.
Konon gedung berarsitektur unik ini menyimpan kekuatan magis seribu hantu. Anggapan ini bisa dimaklumi, karena pada masa peperangan dulu, yang melibatkan Angkatan Muda Kereta Api (pemuda-pemuda Semarang) melawan bala tentara Kido Buati Jepang, gedung Lawang Sewu menjadi ajang penyiksaan dan pembantaian. Tidak jelas berapa nyawa telah melayang, tapi jumlahnya dipastikan mencapai ribuan.
Saking banyaknya korban yang dibantai pada waktu itu, Lawang Sewu kini juga mendapat julukan sebagai kawasan wisata horor. Menegangkan sekaligus mengasyikkan. Puluhan paranormal dari berbagai penjuru Tanah Air pun sempat menjadikan tempat ini sebagai ladang perburuan hantu.
Beberapa waktu lalu di gedung ini sempat digelar pameran lukisan hantu-hantu Lawang Sewu. Lukisan ini digantung di dinding gedung. Di sisi selatan ada potret Kolonel Federick Hansen yang gagah berseragam militer dan menyandang senapan laras panjang. Di kirinya terpacak lukisan potret Nona Ellen. Perempuan Belanda berparas cantik itu berbaju lengan panjang merah kecokelatan. Di punggungnya menyembul sepasang sayap dan tangan kiri memegang seikat kembang.
Masih di bagian selatan terpasang lukisan potret Jenderal Van Signhan. Dia tak berseragam, malah tampil dalam balutan pantalon hitam dan rambut kelimis keperakan. Mereka sosok-sosok yang dipersepsikan pelukis Andreas Subardjo sebagai penunggu Gedung Lawangsewu.
Selain Hansen, Ellen, dan Van Sighnan, masih ada lebih dari 30 sosok yang diyakini Andreas sebagai penunggu gedung tua itu. Pada 30 Agustus-3 September, visualisasi sosok-sosok itu ditampilkan dalam pameran ''Antara Ada dan Tiada''.
Namun lukisan potret hantu pribumi justru lebih dominan. Dari yang berwujud manusia umumnya, seperti Guntur Sambernyowo, Kiai Birosono, Ki Dimas Dewata Banyu, dan Kiai Aryo Penangsang, sampai yang berpenampilan mengerikan. Misalnya, Setan Kober, demit bebek, Nyai Ngatirah, setan-setan gundul, peri, kuntilanak, dan demit kepala kuda.
Bersambung...