Demi Rumah, Anak Gugat Orangtua

Ilustrasi sidang di pengadilan.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews – Seorang anak tega menggugat kedua orangtuanya atas tuduhan wanprestasi. Wanprestasi (breach of contract) adalah pelanggaran atau kegagalan untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang mengikat secara hukum.

Kasus ini sedang terjadi dan berlangsung di Malang. Dua orangtua yang telah lanjut usia sedang digugat salah satu buah hatinya sendiri di Pengadilan Tinggi Surabaya.

“Saudara menggugat wanprestasi kepada orangtuanya. Memo banding sudah diajukan ke PT Surabaya,” kata Ani Hadi Astuti (64), anak ke dua dari delapan bersaudara dari pasangan Achmad Tjakoen Tjokrohadi (92) dan Boedi Harti (86), pensiunan TNI AD dengan pangkat kolonel.

Istri Pertama Ogah Jenguk Pak Tarno yang Sakit Stroke, Ada Konflik dengan Istri Muda?

Ani mengisahkan, saudara mudanya yang berama Ani Hadi Setyowati menggugat orangtuanya lantaran ingin membalik nama sertifikat atas tanah di Jalan Diponegoro II RT 1/RW 05 Kecamatan Klojen Kota Malang.

“Awalnya pada 1999 adik saya tiba-tiba membawa kedua orangtua saya ke notaris untuk membalik nama sertifikat tanah atas namanya, dengan alasan tanah sudah dihibahkan kepadanya,” katanya.
Belakangan, kedua orangtua Ani yang kini dalam keadaan lanjut usia baru mengetahui jika sertifikat tanah sudah tidak atas namanya lagi.

Merasa tak pernah melakukan hibah dan membalik nama, orangtua pun meminta bantuan anak-anaknya untuk mengembalikan akta tanah menggunakan nama Achmad Tjakoen Tjokrohadi kembali. Sejak itu proses persidangan pun terus bergulir dan berujung dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung yang bersifat inkrah pada 2013.

Putusan MA sudah inkrah menyebut akta hibah batal demi hukum dan memerintahkan Pengadilan Agama di Malang untuk mencabut akta hibah tanah untuk selanjutnya memerintah instansi lain yang bersangkutan seperti BPN membalik nama sertifikat tanah kembali atas nama Achmad Tjakoen Tjokrohadi.

"Putusan ini berlaku nebis in idem, artinya kasus yang sama tak bisa diajukan banding ke pengadilan lagi," katanya.

Namun setelah putusan diberikan kepada Pengadilan Agama, keluarga kembali menemui jalan buntu. Pengadilan Agama tak bisa segera mengeksekusi putusan lantaran penggugat telah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri meski hasil banding juga ditolak. Namun kini penggugat kembali mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Tinggi Surabaya.

“Memo gugatan sudah kami terima, tetapi memo kontra belum kami kirim. Rencananya akan segera kami susun dan kami kirim,” katanya.

Tebusan Rp5 miliar

Ani yang kini tinggal di Jakarta menyebut seluruh saudaranya kompak membantu orangtuanya mencari keadilan. Pernah suatu saat Ani meminta kedua orangtuanya iklas memberikan tanah kepada penggugat, namun ibunya tak rela. “Dia bilang, dia tidak ingin disiksa di neraka karena berlaku tidak adil kepada anaknya. Jadi kami sebagai anak wajib membantu keinginan itu,” katanya.

Enam dari tujuh saudara bersikap serupa dengan Ani, mengupayakan keadilan untuk kedua orangtuanya. "Dari delapan bersaudara sekarang tinggal tujuh, yang satu sudah meninggal. Komposisinya ada empat laki-laki dan empat perempuan,” katanya.

Upaya yang sedang dilakukan oleh saudara kandungnya juga membuat Ani dan lima saudara lain sering bertanya-tanya. Hasilnya sekitar 10 kali dialog telah dilakukan untuk menngetahui motif dan menghentikan langkah hukum yang tidak etis itu. “Dia ingin menguasai warisan sendiri. Belakangan dia mau membalik sertifikat jika diberi uang Rp5 miliar,” katanya

Dia dan kelima saudaranya pun menyayangkann hal itu. Rumah yang berada di jantung Kota Malang itu adalah satu-satunya tempat berlindung kedua orangtuanya di hari tua. Sehari-hari kedua orangtua itu tinggal ditemani dengan satu pembantu. Kondisi ayahnya pun mengalami gangguan pendengaran sementara sang ibu sudah pikun.