Ansyaad Mbai: UU Terorisme Indonesia Paling Lembek Sedunia

Ketua BNPT Ansyaad Mbai Mou dengan Ormas Islam
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, mengaku tidak habis pikir dengan masih banyaknya mantan narapidana tindak terorisme yang justru tetap berangkat ke Irak dan Suriah untuk berperang. Dia menyebut proses deradikalisasi yang berlangsung di lembaga pemasyarakatan tidak berhasil. 
Percaya Diri Maju di Pilkada DKI Jakarta, Ridwan Kamil: Jadi Saya Kan Bukan Kaleng-kaleng Ya!

Hal itu diungkap Ansyaad ketika ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Senin malam, 25 Agustus 2014. Namun, menurut Ansyaad, bukan berarti pemerintah tidak melakukan apa pun untuk mencoba mengikis paham radikal di pemikiran napi itu. 
KCIC Ungkap Terjadi Peningkatan Penumpang Whoosh pada Momen Pilkada

Purnawirawan Jenderal itu bahkan menegaskan pemerintah telah menggelontorkan ratusan juta untuk mewujudkan keinginan para napi agar tidak kembali lagi menjadi teroris. 
Altcoin Akan Terbang di Akhir November 2024, Jangan Sampai Ketinggalan Raup Cuan Jumbonya!

"Salah satunya, kami menggunakan pendekatan ekonomi. Keluarganya kami bantu, anaknya yang putus sekolah, kami beri dana untuk kembali sekolah. Ada yang ingin jadi tukang ojek ketika keluar nanti, kami fasilitasi. Bahkan, ada yang ingin berjualan pulsa dan membuka toko, juga kami fasilitasi. Namun yang terjadi, setelah keluar lapas, mereka tetap kembali menjadi teroris," kata Ansyaad. 

Dia menegaskan, akar permasalahannya bukan terletak pada masalah kemiskinan. Namun, bagaimana cara memerangi paham jihad ekstrem. 

Bahkan, untuk mengikis paham radikalisme itu, BNPT turut mengundang para ulama ahli, bahkan mantan pendiri Jamaah Islamiyah dari Mesir. Usai keluar dari JI, dia berdakwah dan mencoba meluruskan paham yang keliru mengenai jihad. 

BNPT juga mendatangkan ahli hadis dari Yordania dan diajak berkeliling ke beberapa lapas. Namun, dia mengaku tidak bisa berharap banyak kepada dua individu itu. 

Hal yang paling penting, ujar Ansyaad, yakni bagaimana menegakkan hukum. Dia menyebut, lemahnya penegakan hukum terorisme, membuat paham radikalisme makin subur. 

"UU yang menangani terorisme di Indonesia termasuk yang terlembek di dunia, karena lebih bersifat reaktif dan digunakan kalau sudah terjadi. Padahal untuk melawan terorisme di mana pun, dibutuhkan tindakan pro aktif. Pemerintah mengatakan, untuk menerapkan itu harus berdasarkan hukum. Lalu, sekarang yang jadi pertanyaan hukumnya di mana?" tanya Ansyaad. 

Dia mencontohkan di Inggris, bagi mereka yang menyebar kebencian dan permusuhan terhadap orang lain, hal itu dianggap suatu tindak kejahatan. Bahkan, bisa dipidana hingga 10 tahun. 

Hal bertolak belakang, justru terjadi di Indonesia. Di lapas, napi-napi terorisme tetap bisa menebar ceramah bernada kebencian. Bahkan, bisa merekrut napi lain dan sipir penjara.

"Bahkan ada seorang kepala lapas mengatakan kepada saya agar memindahkan napi terorisme, karena dia takut akan terjerat juga. Oleh sebab itu, saya mengusulkan agar kegiatan-kegiatan penyebaran kebencian dimasukkan ke dalam tindak kriminal," tegas Ansyaad.   
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya