Pledoi dan Air Mata Ratu Atut
Kamis, 21 Agustus 2014 - 13:53 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVAnews
- Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah mengungkapkan bahwa dirinya merupakan korban dalam perkara dugaan korupsi dalam penanganan sengketa pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut diungkapkan Atut saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Negerti Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis 21 Agustus 2014.
"Saya menjadi korban dari hal tersebut, saya dan adik saya (Tubagus Chaeri Wardana) menjadi korban dari tipu muslihat Akil (Mochtar), Susi (Tur Andayani), dan Amir (Hamzah), nama saya telah diperjualbelikan mereka," kata Atut.
Lebih lanjut, Atut mengaku tidak mempunyai kepentingan untuk melakukan suap terhadap Akil Mochtar selaku Ketua MK terkait perkara ini. Menurut dia, justru yang berkepentingan adalah Amir Hamzah dan Kasmin.
Menurut Atut, adiknya yakni Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan tidak pernah memberi laporan mengenai permintaan dari Amir terkait dana yang dipakai untuk menyuap Akil.
Saat membacakan pledooinya, Atut yang memakai kemeja batik merah dan jilbab hitam terlihat menangis. Terutama ketika meminta maaf kepada pihak keluarganya terkait kasus yang membelitnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah hukuman 10 tahun penjara serta denda sebesar 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Ratu Atut Chosiyah didakwa menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, sebesar Rp1 miliar. Suap tersebut terkait penanganan gugatan hasil penghitungan suara Pilkada Lebak, Banten, di MK.
Jaksa menilai Atut telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Jaksa juga menuntut terdakwa untuk dijatuhkan pidana tambahan, yakni pencabutan hak-hak tertentu, yakni dipilih dan memilih dalam jabatan publik.
Dalam tuntutannya, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan bagi terdakwa. Hal memberatkan, antara lain, terdakwa selaku Gubernur tidak memberikan contoh dalam mendukung pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Perbuatan terdakwa juga dinilai telah mencederai lembaga peradilan, dalam hal ini adalah Mahkamah Konstitusi. Terakhir, Jaksa juga menilai bahwa terdakwa tidak terus terang mengakui perbuatannya. Sementara hal yang meringankan adalah, terdakwa berlaku sopan selama proses persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya. (adi)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Saat membacakan pledooinya, Atut yang memakai kemeja batik merah dan jilbab hitam terlihat menangis. Terutama ketika meminta maaf kepada pihak keluarganya terkait kasus yang membelitnya.